KPP PRATAMA CURUP

Petugas Pajak Blusukan Lagi, Kali Ini Sasarannya Usaha Apotek

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 27 Juli 2024 | 16.30 WIB
Petugas Pajak Blusukan Lagi, Kali Ini Sasarannya Usaha Apotek

Ilustrasi.

REJANG LEBONG, DDTCNews - Melalui unit vertikalnya, Ditjen Pajak (DJP) secara aktif memperluas diseminasi pemahaman soal kewajiban perpajakan. Salah satu caranya dengan menerjukan petugas pajak ke lapangan untuk secara langsung memberikan penyuluhan kepada wajib pajak.

Yang terbaru, petugas dari KPP Pratama Curup, Bengkulu melakukan kunjungan lapangan ke sebuah apotek. Petugas memberikan edukasi mengenai hak dan kewajiban perpajakan yang perlu dijalankan bagi pelaku usaha, termasuk pelaku UMKM.

"Kami jelaskan mengenai UU HPP yang mengatur adanya batas omzet UMKM yang tidak dikenai pajak. Apabila omzet selama setahun kurang dari atau sama dengan Rp500 juta, WP UMKM tidak perlu bayar PPh final 0,5%," kata Kepala Seksi Pelayanan KPP Pratama Curup Henky dilansir pajak.go.id, dikutip pada Sabtu (27/7/2024).

Perlu dicatat, wajib pajak orang pribadi UMKM perlu mulai menyetorkan PPh final dengan tarif sebesar 0,5% bila omzetnya secara kumulatif terhitung sejak awal tahun sudah melewati Rp500 juta.

Sesuai dengan Pasal 6 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 164/2023, wajib pajak orang pribadi UMKM mendapatkan fasilitas omzet tidak kena pajak senilai Rp500 juta untuk setiap tahun pajak.

"PPh yang bersifat final terutang dihitung berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah memperhitungkan bagian peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (3), untuk wajib pajak orang pribadi," bunyi Pasal 6 ayat (6) PMK 164/2023, dikutip Senin (13/5/2024).

Contoh, Tuan R memiliki apotek yang berlokasi di Indonesia dengan omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar pada 2023. Dengan demikian, Tuan R masih berhak untuk menunaikan kewajiban pajaknya menggunakan skema PPh final UMKM pada 2024.

Terhitung sejak Januari hingga Mei 2024, omzet dari apotek milik Tuan R untuk setiap bulannya adalah Rp70 juta pada Januari 2024, Rp130 juta pada Februari 2024, Rp80 juta pada Maret 2024, Rp120 juta pada April 2024, dan Rp100 juta pada Mei 2024.

Secara kumulatif, omzet apotek milik Tuan R pada Januari hingga Mei 2024 masih belum melewati Rp500 juta. Dengan demikian, belum ada kewajiban bagi Tuan R untuk menyetorkan PPh final UMKM untuk 5 bulan tersebut.

Pada Juni 2024, omzet bulanan apotek milik Tuan R mencapai Rp120 juta. Secara kumulatif, omzet apotek Tuan R telah melebihi Rp500 juta sehingga Tuan R sudah memiliki kewajiban untuk mulai menyetorkan PPh final UMKM dengan tarif sebesar 0,5%.

Sesuai dengan Pasal 7 PMK 168/2023, PPh final dilunasi salah satunya dengan disetorkan sendiri oleh wajib pajak. PPh final disetorkan setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Setelah menyetorkan PPh final, wajib pajak tidak memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi. Hal ini mengingat Pasal 7 ayat (5) PMK 164/2023 telah mengatur bahwa wajib pajak yang sudah menyetorkan PPh final dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi.

"Wajib pajak yang telah melakukan penyetoran PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan telah mendapat validasi dengan NTPN dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan tanggal validasi NTPN yang tercantum pada SSP atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP," bunyi Pasal 7 ayat (5) PMK 164/2023. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.