BARANG KENA CUKAI

Bea Cukai Ajak Pemda Bangun Kawasan Industri Hasil Tembakau, Ada Apa?

Dian Kurniati | Rabu, 20 Mei 2020 | 13:43 WIB
Bea Cukai Ajak Pemda Bangun Kawasan Industri Hasil Tembakau, Ada Apa?

Ilustrasi. Seorang petugas Bea Cukai membuka bungkusan rokok illegal sesaat sebelum pemusnahan di Kantor Wilayah Dirjen Bea Cukai Kalimantan Bagian Barat di Pontianak, Kalimantan Barat, Senin (20/4/2020). DJBC Kalimantan Bagian Barat memusnahkan barang milik negara eks penindakan kepabeanan dan cukai yaitu berupa 77.904 batang rokok, 54 bal pakaian bekas dan empat karung sepatu bekas yang merupakan hasil selundupan dari Malaysia serta tidak memiliki dokumen kepabeanan. ANTARA FOTO/Jessic

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) mengajak para kepala daerah untuk bersama-sama membangun kawasan industri hasil tembakau (KIHT) terpadu di wilayah masing-masing.

Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Nirwala Dwi Heryanto menjelaskan KIHT merupakan kawasan pemusatan kegiatan industri hasil tembakau yang dilengkapi dengan berbagai prasarana, sarana, dan fasilitas pendukung. Pelaku usaha bisa lebih mudah mengembangkan produksinya secara legal.

"Salah satu tujuan KIHT adalah mengakomodasi pelaku usaha rokok yang belum legal menjadi legal," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (19/5/2020).

Baca Juga:
Daftar IMEI di Bandara Bisa 24 Jam? Begini Kata Bea Cukai

Nirwala kali ini mensosialisasikan konsep KIHT terpadu kepada 80 lebih perwakilan pejabat dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Jawa Tengah. Pembentukan KIHT diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.04/2020.

Dengan KIHT, ada keuntungan yang ditawarkan kepada pelaku usaha, seperti kemudahan kegiatan berusaha seperti kerja sama di dalam kawasan, kemudahan perizinan seperti pengecualian dari minimum luas kawasan, serta penundaan pembayaran cukai sampai 90 hari sejak pemesanan pita cukai.

Menurut Nirwala, KIHT juga diperlukan untuk mencegah peredaran rokok ilegal di suatu wilayah. Dia merujuk hasil survei rokok ilegal oleh Universitas Gadjah Mada dan DJBC pada 2018-2019 yang memperlihatkan rokok ilegal bersaing langsung dengan rokok golongan II, bahkan beberapa golongan III, di rentang harga Rp8.000 hingga Rp10.000.

Baca Juga:
Apa Beda Segel dan Tanda Pengaman Bea Cukai? Simak Penjelasannya

Rokok golongan III merupakan hasil produksi industri kecil menengah (IKM) yang merupakan target dari pendirian KIHT.”Kami mengajak pemerintah daerah untuk bersama membina industri lokal, yang merupakan salah satu fungsi penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBH CHT)," ujarnya.

Dalam pertemuan tersebut, Bupati Jepara Dian Kristiandi sebagai salah satu peserta sosialisasi mengungkapkan ketertarikannya membentuk KIHT. Dia bahkan langsung berencana menyiapkan lahan untuk KIHT.

"Ada beberapa warga masyarakat yang bergerak di industri tembakau. Kita sedang mengevaluasi untuk menyiapkan beberapa lahan termasuk regulasinya," katanya.

Baca Juga:
Catat! Ini Beda Layanan Bea Cukai, Imigrasi, dan Karantina Kesehatan

Demikian pula Asisten Pemerintahan Sekda Kabupaten Sukoharjo Sukito yang akan membicarakan rencana pembentukan KIHT di lahan sekitar pertanian tembakau.

Sementara itu, Kepala Kanwil Bea Cukai Jateng DIY Padmoyo Tri Wikanto menyatakan apresiasinya karena banyak kepala daerah yang menyambut baik ajakan membentuk KIHT. Dia juga menawarkan bantuan jika ada kepala daerah yang mengalami kendala dalam mewujudkan pembentukan KIHT.

"Kami sangat berharap KIHT ini dapat diwujudkan sehingga memberikan dampak baik pada perekonomian daerah, meningkatnya penerimaan negara baik pusat maupun daerah, serta menekan peredaran rokok ilegal,” ujarnya. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 20 April 2024 | 17:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Daftar IMEI di Bandara Bisa 24 Jam? Begini Kata Bea Cukai

Sabtu, 20 April 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN BEA CUKAI

Apa Beda Segel dan Tanda Pengaman Bea Cukai? Simak Penjelasannya

Rabu, 17 April 2024 | 09:00 WIB FASILITAS KEPABEANAN

DJBC Sebut Fasilitas ATA Carnet Bisa Dimanfaatkan untuk Produksi Film

BERITA PILIHAN
Sabtu, 20 April 2024 | 17:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Daftar IMEI di Bandara Bisa 24 Jam? Begini Kata Bea Cukai

Sabtu, 20 April 2024 | 16:45 WIB KEPATUHAN PAJAK

Periode SPT Badan Sisa Sepekan, Perusahaan Belum Operasi Tetap Lapor?

Sabtu, 20 April 2024 | 16:30 WIB KEANGGOTAAN FATF

Di FATF, Sri Mulyani Tegaskan Komitmen RI Perangi Kejahatan Keuangan

Sabtu, 20 April 2024 | 16:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Ada Ketidakpastian, Sri Mulyani Yakin Ekonomi RI Sekuat Saat Pandemi

Sabtu, 20 April 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN BEA CUKAI

Apa Beda Segel dan Tanda Pengaman Bea Cukai? Simak Penjelasannya

Sabtu, 20 April 2024 | 12:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Minta Perpanjangan Lapor SPT Tahunan? Ingat Ini Agar Tak Kena Sanksi

Sabtu, 20 April 2024 | 11:30 WIB KABUPATEN BULUNGAN

Sukseskan Program Sertifikat Tanah, Pemkab Beri Diskon BPHTB 50 Persen

Sabtu, 20 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Faktor-Faktor yang Menentukan Postur APBN Indonesia

Sabtu, 20 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jasa Konstruksi Bangunan bagi Korban Bencana Bebas PPN, Ini Aturannya