Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) resmi disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR pada hari ini, Kamis (17/10/2021). Salah satu kebijakan yang diatur di dalam beleid tersebut adalah program pengungkapan sukarela wajib pajak.
Program yang akan berlangsung mulai 1 Januari hingga 30 Juni 2022 ini terbagi menjadi 2 skema. Pertama, skema untuk wajib pajak yang telah menjadi peserta amnesti pajak. Kedua, skema untuk wajib pajak orang pribadi yang belum melaporkan harta bersih dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak penghasilan (PPh).
Wajib pajak orang pribadi, dalam skema kedua, dapat mengungkapkan harta bersih yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2020; masih dimiliki pada tanggal 31 Desember 2020; dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh OP tahun pajak 2020.
“Harta bersih … merupakan nilai harta dikurangi nilai utang. Harta bersih … dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi pada tahun pajak 2020,” penggalan Pasal 8 ayat (2) dan (3) UU HPP.
Tambahan penghasilan itu dikenai PPh yang bersifat final yang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak (DPP). Adapun DPP yakni sebesar jumlah harta bersih yang belum atau kurang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi tahun pajak 2020.
Terkait dengan tarif, UU HPP mengatur 5 kelompok. Pertama, tarif 12% atas harta bersih yang berada di dalam NKRI, dengan ketentuan diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah NKRI dan/atau surat berharga negara (SBN).
Kedua, tarif 14% atas harta bersih yang berada di dalam NKRI dan tidak diiventasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah NKRI dan/atau SBN.
Ketiga, tarif 12% atas harta bersih yang berada di luar NKRI, dengan ketentuan dialihkan ke dalam wilayah NKRI dan diinvestasikan. Adapun wadah investasinya masih sama, yakni kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah NKRI dan/atau SBN.
Keempat, tarif 14% atas harta bersih yang berada di luar NKRI dengan ketentuan dialihkan ke dalam NKRI dan tidak diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau sektor energi terbarukan di dalam NKRI dan/atau SBN.
Kelima, tarif 18% atas harta bersih yang berada di luar NKRI tidak dialihkan ke dalam NKRI.
Adapun nilai harta yang dijadikan pedoman untuk menghitung besarnya jumlah harta bersih ditentukan berdasarkan nilai nominal (untuk harta berupa kas atau setara kas) atau harga perolehan (untuk harta selain kas atau setara kas).
Wajib pajak orang pribadi yang dapat mengungkapkan harta bersih harus memenuhi beberapa ketentuan. Pertama, tidak sedang dilakukan pemeriksaan, untuk tahun pajak 2016, tahun pajak 2017, tahun pajak 2018, tahun pajak 2019, dan/atau tahun pajak 2020.
Kedua, tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, untuk tahun pajak 2016, tahun pajak 2017, tahun pajak 2018, tahun pajak 2019, dan/atau tahun pajak 2020.
Ketiga, tidak sedang dilakukan penyidikan atas tindak pidana di bidang perpajakan. Keempat, tidak sedang berada dalam proses peradilan atas tindak pidana di bidang perpajakan. Kelima, tidak sedang menjalani hukuman pidana atas tindak pidana di bidang perpajakan. (kaw)