CUKAI merupakan salah satu jenis pungutan yang berkontribusi cukup signifikan pada penerimaan negara. Akan tetapi, pemungutan cukai tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara seperti layaknya jenis pajak lainnya. Lebih dari itu, cukai mempunyai tujuan khusus dalam pemungutannya.
Cukai memiliki berbagai tujuan dalam penerapannya, misalnya untuk mengendalikan konsumsi, menginternalisasi nilai-nilai disekonomi, dan meningkatkan efisiensi dari penggunaan sumber daya (Cnossen, 1978). Cnossen (2005) juga menyatakan cukai sering dirasionalisasikan sebagai biaya untuk mengganti biaya eksternal yang dikenakan pada konsumen atau produsen produk tertentu.
Sementara itu, menurut pandangan Kristiaji dan Yustisia (2019), terdapat empat motif penerapan cukai. Pertama, menjadikan cukai sebagai sumber penerimaan negara. Kedua, mengendalikan eksternalitas negatif. Ketiga, mengendalikan industri. Keempat, berkaitan dengan perubahan perilaku konsumen.
Di Indonesia sendiri, cukai berfungsi sebagai pengendali konsumsi barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik membahayakan kesehatan, lingkungan, dan keamanan masyarakat (Anggoro dan Agusti, 2019).
Karakteristik Objek Cukai
PADA sistem cukai, terdapat sifat yang bersifat selektif (Kristiaji dan Yustisia, 2019). Sifat tersebut tercermin dari jenis komoditas dan tingkat tarif yang ditentukan secara terpisah untuk setiap komoditas. Dengan kata lain, terdapat karakteristik atau ciri tersendiri dari barang atau jasa yang dikenakan cukai. Lantas, apa sajakah karakteristik barang yang dapat dikenakan cukai?
Setiap negara memiliki kebijakan yang berbeda-beda dalam menentukan objek cukai. Namun, secara tradisional, mayoritas negara mengenakan cukai terhadap tiga jenis komoditas, yakni minuman keras, produk tembakau, dan bahan bakar (Due, 1994). Sementara itu, menurut McCarten dan Stotsky (1995), terdapat empat karakteristik jenis produk dan jasa yang dapat dikenakan cukai.
Berdasarkan pada Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai (UU Cukai), Indonesia juga telah menetapkan beberapa karakteristik dari barang kena cukai. Dalam ketentuan tersebut, terdapat empat sifat atau karakteristik barang-barang tertentu yang dikenai cukai.
Pertama, konsumsinya perlu dikendalikan. Kedua, peredarannya perlu diawasi. Ketiga, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negative bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Keempat, pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Adapun yang dimaksud dengan pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara dalam rangka keadilan dan keseimbangan adalah pungutan cukai dapat dikenakan terhadap barang yang dikategorikan sebagai barang mewah dan/atau bernilai tinggi. Namun demikian, barang tersebut bukan merupakan kebutuhan pokok sehingga tetap terjaga keseimbangan pembebanan pungutan antara konsumen yang berpenghasilan tinggi dan konsumen yang berpenghasilan rendah.
Barang-barang yang memenuhi karakteristik sebagaimana dijelaskan di atas dinyatakan sebagai barang kena cukai. Saat ini, Indonesia sendiri memiliki tiga komoditas yang dikenakan cukai, antara lain etil alkohol, minuman mengandung etil alcohol (MMEA), dan hasil tembakau. (kaw)