Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memukul gong sebagai simbolis peresmian organisasi dan tata kerja baru instansi vertikal Ditjen Pajak (DJP), Senin (24/5/2021). (foto: DJP)
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meresmikan organisasi dan tata kerja baru instansi vertikal Ditjen Pajak (DJP) pada pagi ini, Senin (24/5/2021).
Peresmian dilakukan secara simbolis dengan pemukulan gong di Auditorium Chakti Buddhi Bhakti, Gedung Mar’ie Muhammad Kantor Pusat DJP. Sri Mulyani didampingi Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Sekretaris Jenderal Kemenkeu Heru Pambudi, dan Dirjen Pajak Suryo Utomo.
“Semua memiliki harapan besar bahwa tujuan dari penataan organisasi yaitu mengoptimalkan penerimaan pajak dan mewujudkan organisasi yang andal, efektif, dan efisien dapat tercapai,” ujar Suryo Utomo dalam sambutannya.
Dengan adanya reorganisasi instansi unit vertikal DJP ini, ada 24 KPP Pratama yang diberhentikan dan bergabung ke 24 KPP Pratama lain. Kemudian, ada 9 unit kerja – berupa 1 Kanwil, 5 KPP Pratama, dan 3 KP2KP – yang berubah nama. Selain itu, ada 18 KPP Madya baru.
DJP dalam laman resminya mengatakan penataan organisasi tersebut menjadi salah satu strategi yang dijalankan untuk meningkatkan kapasitas organisasi. Dengan demikian, birokrasi dan pelayanan publik dapat berjalan dengan sangkil dan mangkus.
Apalagi, otoritas berupaya mengumpulkan penerimaan pajak senilai Rp1.229,58 triliun pada tahun ini. Jumlah itu naik 2,57% dibandingkan target penerimaan pajak tahun 2020. Bila dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak tahun lalu, target tahun ini tumbuh 14,69%.
Penataan ini sekaligus untuk mendukung pencapaian tujuan pada Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2020—2024, yaitu penerimaan negara yang optimal. Oleh karena itu, DJP menjadikan perluasan basis pajak sebagai isu sentral dalam strategi pengamanan penerimaan pajak.
Pada 2020, DJP mengambil kebijakan penting dengan membakukan proses bisnis pengawasan melalui pendekatan segmentasi dan teritorial/penguasaan wilayah. Risiko ketergantungan penerimaan pada segmen wajib pajak besar serta banyaknya transaksi informal yang tidak terdeteksi oleh otoritas berwenang menjadi latar belakang penerapan model pengawasan ini.
Penataan organisasi menjadi bagian krusial untuk mendukung strategi perluasan basis pajak. Adapun dasar penataan organisasi telah ditetapkan pada 18 November 2020 melalui PMK 184/2020 yang menjadi perubahan atas PMK 210/2017.
“Setengah tahun menjadi waktu yang dirasa cukup untuk menyiapkan segalanya agar penataan ulang organisasi ini berjalan dengan baik tanpa ada gangguan pelayanan kepada wajib pajak,” tulis DJP dalam laman resminya. (kaw)