PEREKONOMIAN INDONESIA

Sri Mulyani Proyeksi Ekonomi Kuartal III/2020 Bisa Minus Lagi

Dian Kurniati | Selasa, 25 Agustus 2020 | 14:22 WIB
Sri Mulyani Proyeksi Ekonomi Kuartal III/2020 Bisa Minus Lagi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (25/8/2020).

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2020 akan berada di rentang minus 2% hingga 0%. Pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun diproyeksi berada di kisaran minus 1,1% hingga positif 0,2%.

Sri Mulyani mengatakan proyeksi negatif tersebut disebabkan oleh belum pulihnya berbagai kegiatan ekonomi yang tercermin dari kinerja penerimaan pajak. Kontraksi penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) juga menggambarkan belum pulihnya konsumsi masyarakat.

“Kalau kita lihat indikator pada bulan Juli, kuartal III downside risk-nya ternyata tetap menunjukkan suatu risiko yang nyata. Jadi, kuartal III kita outlook-nya adalah 0% hingga negatif 2% " katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (25/8/2020).

Baca Juga:
Reformasi Pajak, Menkeu Jamin Komitmen Adopsi Standar Pajak Global

Sri Mulyani mengatakan pandemi virus Corona telah menekan sektor konsumsi yang selama ini selalu menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Pemerintah pun meluncurkan berbagai program bantuan sosial untuk mengerek konsumsi masyarakat tersebut.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyebut anggaran bantuan sosial tahun ini telah naik 55% dibandingkan dengan tahun lalu. Realisasinya sudah sekitar Rp170 triliun.

Namun, Sri Mulyani menilai berbagai bantuan sosial itu tidak akan mampu menyelamatkan ekonomi Indonesia dari risiko pertumbuhan negatif jika kelompok menengah dan atasnya belum pulih. Dia menyebut Indonesia masih tetap memiliki risiko pertumbuhan negatif jika konsumsi semua lapisan masyarakat belum membaik pada kuartal III dan IV/2020.

Baca Juga:
Setoran PPN-PPnBM Kontraksi 16,1 Persen, Sri Mulyani Bilang Hati-Hati

"Dalam hal ini consumer confidence menjadi penting," ujarnya.

Selain itu, kewaspadaan Sri Mulyani juga didasarkan pada tren kontraksi penerimaan pajak pada sektor-sektor usaha utama yang semakin dalam. Misalnya penerimaan pajak dari usaha transportasi dan pergudangan kembali mencatatkan kontraksi.

Setelah pada Juni menjadi satu-satunya sektor usaha utama yang mampu membalik situasi dan tumbuh positif, penerimaan sektor transportasi dan pergudangan pada Juli 2020 tercatat minus 20,93%. Simak artikel ‘Penerimaan Pajak Seluruh Sektor Usaha Utama Masih Negatif’.

Baca Juga:
Efek Harga Komoditas, PPh Badan Terkontraksi 29,8% di Kuartal I/2024

"Peta ini menggambarkan pemulihan ekonomi kita di bulan Juli masih sangat rapuh," katanya.

Dia pun berharap ada pergerakan positif dari sektor investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) agar terjadi perbaikan pada kuartal III dan IV/2020.

Pada kuartal II/2020, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi 5,32%. Jika pada kuartal III/2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali terkontraksi, Indonesia masuk dalam zona resesi secara teknikal.

Baca Juga:
APBN Catatkan Surplus Rp 8,1 Triliun pada Kuartal I/2024

Dilihat dari kinerja pada kuartal II/2020, menurut pengeluaran secara tahunan, konsumsi rumah tangga mengalami kontraksi 5,51%, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) minus 8,61%, dan ekspor minus 11,66%.

Sementara itu, konsumsi pemerintah terkontraksi 6,9%, konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT) minus 7,76%, dan impor terkontraksi 16,96%.

Struktur PDB kuartal II/2020 masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga yakni 57,85%, diikuti oleh PMTB 30,61%, dan ekspor 15,69%. Sementara struktur PDB konsumsi pemerintah sebesar 8,67%, konsumsi LNPRT 1,36%, dan impor minus 15,52%.


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

25 Agustus 2020 | 15:01 WIB

Minusnya pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan hal yang dapat diduga mengingat keseharian masyarakat saja masih sangat terbatasi. Penerimaan negara yang tergerus baik karena berkurangnya basis pajak atau karena banyak insentif yang dikeluarkan walaupun masih minim realisasinya bisa menjadi salah satu hal yang diperhatikan.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 26 April 2024 | 17:30 WIB REFORMASI PAJAK

Reformasi Pajak, Menkeu Jamin Komitmen Adopsi Standar Pajak Global

Jumat, 26 April 2024 | 16:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Setoran PPN-PPnBM Kontraksi 16,1 Persen, Sri Mulyani Bilang Hati-Hati

Jumat, 26 April 2024 | 13:39 WIB PENERIMAAN PAJAK

Efek Harga Komoditas, PPh Badan Terkontraksi 29,8% di Kuartal I/2024

Jumat, 26 April 2024 | 11:21 WIB KINERJA FISKAL

APBN Catatkan Surplus Rp 8,1 Triliun pada Kuartal I/2024

BERITA PILIHAN
Jumat, 26 April 2024 | 17:30 WIB REFORMASI PAJAK

Reformasi Pajak, Menkeu Jamin Komitmen Adopsi Standar Pajak Global

Jumat, 26 April 2024 | 17:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Parkir dan Retribusi Parkir?

Jumat, 26 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN KEPABEAN

Impor Barang Kiriman? Laporkan Data dengan Benar agar Tak Kena Denda

Jumat, 26 April 2024 | 16:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Setoran PPN-PPnBM Kontraksi 16,1 Persen, Sri Mulyani Bilang Hati-Hati

Jumat, 26 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Usulan Tarif Pajak Kripto untuk Dipangkas, Begini Tanggapan DJP

Jumat, 26 April 2024 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Sudah Lapor SPT Tapi Tetap Terima STP, Bisa Ajukan Pembatalan Tagihan

Jumat, 26 April 2024 | 14:37 WIB PERATURAN PERPAJAKAN

Juknis Penghapusan Piutang Bea Cukai, Download Aturannya di Sini

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Jumat, 26 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Korporasi Lakukan Tindak Pidana Pajak, Uang Rp 12 Miliar Disita Negara