Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Melalui laporan bertajuk Business Ready (B-Ready) 2024, World Bank memberikan skor sebesar 59,91 untuk Indonesia atas kemudahan berusaha dari aspek perpajakan (taxation).
Dalam laporan B-Ready 2024 disebutkan skor yang diperoleh Indonesia pada aspek taxation masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata skor 50 negara yang tercakup dalam laporan B-Ready 2024 sebesar 53,5 dan median sebesar 55,65.
"Aspek taxation diukur melalui 3 pilar, yakni kualitas regulasi perpajakan (pilar I), layanan publik yang diberikan oleh otoritas pajak (pilar II), dan implementasi praktis dari sistem perpajakan yang berlaku (pilar III)," sebut World Bank, Rabu (30/10/2024).
Untuk pilar I, penilaiannya dihitung berdasarkan beberapa indikator antara lain ketersediaan pedoman pajak, keberadaan binding rulings, transparansi penyusunan ketentuan pajak, dan penyelenggaraan konsultasi publik dalam penyusunan regulasi.
Pilar I juga menilai kesederhanaan proses pelaporan SPT, kemudahan dalam mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, hingga prosedur untuk mengajukan restitusi PPN. Adapun skor Indonesia terkait dengan pilar I ialah sebesar 66,75.
Pada pilar II, World Bank melakukan penilaian atas sistem administrasi elektronik yang berlaku, pengelolaan data, transparansi, serta prosedur pemeriksaan dan sengketa. Skor Indonesia untuk pilar II ini sebesar 61,67.
Untuk pilar III, World Bank melakukan penilaian atas waktu yang dibutuhkan wajib pajak untuk melapor dan membayar SPT, menempuh proses pemeriksaan dan sengketa, dan mengajukan restitusi PPN.
Pilar III tersebut juga mengukur tarif efektif PPh badan dan tarif efektif PPh Pasal 21 yang ditanggung perusahaan. Adapun skor Indonesia untuk pilar III tersebut sebesar dan 51,3.
Menurut World Bank, taxation adalah salah satu aspek yang turut memengaruhi kemudahan berusaha dan iklim investasi. Regulasi pajak yang kompleks dan sistem administrasi pajak yang tidak efisien memiliki keterkaitan dengan tingginya korupsi dan minimnya kegiatan penanaman modal.
Untuk itu, kebijakan pajak yang efektif harus mampu mendukung upaya peningkatan penerimaan negara sekaligus menekan beban yang ditanggung oleh wajib pajak.
Sistem pajak yang efisien juga dinilai mampu meningkatkan produktivitas perusahaan dan pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, sistem pajak yang rumit justru akan menghambat proses formalisasi perekonomian.
Sebagai informasi, B-Ready adalah indikator kemudahan berusaha dan iklim investasi yang dirilis oleh World Bank sebagai pengganti indikator sebelumnya, Ease of Doing Business (EoDB).
Secara umum, 10 aspek yang menjadi objek penilaian B-Ready antara lain business entry, business location, utility services, labor, financial services, international trade, taxation, dispute resolution, market competition, dan business insolvency. Sepuluh aspek tersebut dianggap penting karena memiliki kaitan erat dengan siklus bisnis. (rrig)