BERITA PAJAK HARI INI

PP Baru Sudah Terbit, Raperda Pajak Daerah yang Masuk Mulai Dievaluasi

Redaksi DDTCNews | Jumat, 23 Juni 2023 | 09:31 WIB
PP Baru Sudah Terbit, Raperda Pajak Daerah yang Masuk Mulai Dievaluasi

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Dalam Negeri akan memulai evaluasi atas rancangan peraturan daerah (raperda) pajak daerah dan retribusi daerah yang sudah dirampungkan pemerintah daerah (pemda). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (23/6/2023).

Evaluasi raperda pajak daerah dan retribusi daerah dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang (UU) Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) dan PP 35/2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (KUPDRD).

“Evaluasi mulai dilaksanakan kepada setiap raperda pajak daerah dan retribusi daerah yang masuk, baik sebelum PP 35/2023 ditetapkan maupun sesudah ditetapkan," kata Plh Direktur Pendapatan Daerah Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Budi Ernawan.

Baca Juga:
Dokumen Ini Perlu Dilampirkan saat Ungkap Ketidakbenaran Pengisian SPT

Pasalnya, evaluasi atas raperda pajak daerah dan retribusi daerah sebelumnya sempat ditunda oleh Kemendagri karena PP yang menjadi aturan turunan dari UU HKPD masih belum ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Dengan diundangkannya PP 35/2023, seluruh pemda di Indonesia akan berpedoman pada PP tersebut ketika menyiapkan perda, peraturan kepala daerah, dan peraturan pelaksana lainnya yang diperlukan untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah.

Selain mengenai evaluasi raperda pajak daerah dan retribusi daerah, ada pula ulasan terkait dengan penagihan piutang pajak. Kemudian, ada juga ulasan mengenai seleksi calon hakim agung yang dilakukan Komisi Yudisial.

Baca Juga:
Moeldoko: Insentif Mobil Hybrid Bisa Hambat Industri Mobil Listrik

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Raperda Provinsi Soal Pajak dan Retribusi

Sebelum ditetapkan, raperda provinsi mengenai pajak dan retribusi tersebut wajib disampaikan kepada menteri dalam negeri (mendagri) dan menteri keuangan (menkeu) paling lama 3 hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan DPRD provinsi dan gubernur.

Raperda disampaikan gubernur melalui surat permohonan evaluasi. Adapun surat permohonan evaluasi disampaikan dengan melampirkan minimal 2 hal.

Pertama, latar belakang dan penjelasan yang paling sedikit memuat dasar pertimbangan penetapan tarif pajak dan retribusi, proyeksi penerimaan pajak dan retribusi berdasarkan potensi, dan dampak terhadap kemudahan berusaha. Kedua, berita acara/naskah persetujuan bersama antara DPRD provinsi dan gubernur. (DDTCNews)

Baca Juga:
Apa Itu Akuntan Publik?

Raperda Kabupaten/Kota Soal Pajak dan Retribusi

Tidak hanya terhadap raperda provinsi, pemerintah pusat juga akan mengevaluasi raperda kabupaten/kota mengenai pajak dan retribusi yang telah disetujui DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota.

Raperda tersebut wajib disampaikan kepada gubernur, mendagri, dan menkeu paling lama 3 hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota. Raperda disampaikan bupati/wali kota melalui surat permohonan evaluasi.

Evaluasi raperda dilakukan oleh gubernur, mendagri, dan menkeu paling lama 12 hari kerja terhitung sejak tanggal rancangan perda provinsi mengenai pajak dan retribusi diterima secara lengkap. Simak ‘Aturan Sebelum Raperda Pajak dan Retribusi Kabupaten/Kota Ditetapkan’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Ajukan Restitusi, WP yang Penuhi Syarat Ini Diperiksa di Kantor Pajak

Penundaan DAU dan DBH Pajak Penghasilan

PP 35/2023 turut memuat ketentuan sanksi administrasi terkait dengan evaluasi raperda serta perda mengenai pajak dan retribusi.

Sesuai dengan Pasal 132 ayat (1) PP 35/2023, pemerintah yang tidak melaksanakan beberapa ketentuan terkait dengan evaluasi raperda dan perda akan diberikan teguran tertulis untuk menkeu setelah mendapat rekomendasi dari mendagri.

Jika kepala daerah tidak menindaklanjuti teguran tertulis, akan ada pengenaan sanksi. Sanksi administrasi yang dimaksud berkaitan dengan penyaluran dana perimbangan, seperti dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH). Simak ‘Soal Evaluasi Perda Pajak dan Retribusi, Ada Sanksinya untuk Pemda’.

Baca Juga:
Soal Pemeriksaan dan Sengketa, Dirjen Pajak Inginkan Ini ke Depan

Implementasi Pajak Alat Berat

Seiring dengan ditetapkannya PP 35/2023, Kemendagri bakal menyiapkan regulasi yang diperlukan untuk mendukung implementasi pajak alat berat (PAB). Salah satu regulasi yang dibutuhkan adalah peraturan menteri dalam negeri yang memerinci nilai jual alat berat (NJAB) sebagai dasar pengenaan PAB.

"Sepanjang ada usulan harga alat berat baru dari APM, permendagri akan disesuaikan kembali tetapi hanya lampirannya saja," ujar Plh Direktur Pendapatan Daerah Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Budi Ernawan. Simak ‘Pajak Alat Berat Berlaku 2024, Kemendagri Tunggu Usulan Harga Pabrikan’.

Untuk saat ini, Kemendagri memang sudah menerbitkan Permendagri 6/2023 tentang Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Alat Berat Tahun 2023. Namun, lampiran dari Permendagri 6/2023 masih belum mencantumkan daftar NJAB. (DDTCNews)

Baca Juga:
PPh Final Sewa Tanah/Bangunan Dipotong Penyewa? Begini Aturannya

Temuan BPK Soal Piutang Pajak Macet dan Daluwarsa

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali menemukan adanya piutang pajak macet dan piutang pajak daluwarsa yang belum dilakukan penagihan secara optimal oleh Ditjen Pajak (DJP).

Berdasarkan pada Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Pemerintah Pusat 2022, terdapat Rp7,2 triliun piutang macet dan Rp808,1 miliar piutang daluwarsa yang belum ditagih secara optimal.

"Hal itu disebabkan kantor pelayanan pajak (KPP) DJP terkait tidak cermat melakukan pengawasan terhadap upaya penagihan di unit kerjanya," tulis BPK. Simak ‘Jadi Temuan, BPK Dorong DJP Tagih Piutang Macet Rp 7,2 Triliun’. (DDTCNews)

Baca Juga:
WP Meninggal Tak Tinggalkan Warisan, Hapus NPWP Bisa Diajukan Keluarga

Penghindaran Pajak

Pemerintah telah menerbitkan PMK 61/2023 yang memperbarui tata cara pelaksanaan bantuan penagihan pajak dengan yurisdiksi mitra. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan PMK 61/2023 diterbitkan untuk mengakomodasi perubahan-perubahan pada UU KUP.

"DJP yakin PMK ini merupakan instrumen yang tepat dan lengkap untuk meminimalisasi tindakan penghindaran pajak oleh wajib pajak, termasuk lintas yurisdiksi," katanya. (DDTCNews)

Calon Hakim Agung TUN Khusus Pajak

Pada 21-22 Juni 2023, sebanyak 63 calon hakim agung (CHA) mengikuti seleksi kualitas yang digelar di Hotel Holiday Inn Kemayoran. Seleksi kualitas ini diselenggarakan untuk mengukur tingkat kapasitas keilmuan dan keahlian CHA berdasarkan standar kompetensi yang ditetapkan oleh KY.

Baca Juga:
7 Tarif Pajak Daerah Terbaru yang Menjadi Wewenang Pemprov Jawa Tengah

Dari 63 CHA itu, terdapat 7 CHA tata usaha negara (TUN) khusus pajak yang mengikuti seleksi yakni Hakim Pengadilan Pajak Andre Irwanda, Hakim Pengadilan Pajak Budi Nugroho, Hakim Pengadilan Pajak Hari Sih Advianto, dan Hakim Pengadilan Pajak Ruwaidah Afiyati.

Lalu, Wakil Ketua Majelis Pengawas Daerah Notaris Jakarta Barat Suratin Eko Supono, Kepala KPP Pratama Meulaboh Wahyudi, serta Kepala Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi, dan Penilaian Kanwil DJP Jakarta Selatan II Yeheskiel Minggus Tiranda. (DDTCNews)

PIB Digital

Melalui PMK 190/2022, pemerintah mengatur ketentuan pemberitahuan barang impor tidak berwujud, seperti software, dengan dokumen pemberitahuan impor barang (PIB).

Baca Juga:
Kepala Bappenas Soroti Tax Ratio Daerah yang Masih Rendah

Kepala Subdirektorat Impor DJBC Chotibul Umam mengatakan otoritas telah menyiapkan sistem untuk menerima PIB digital sejak 17 April 2023. Menurutnya, sejumlah importir tercatat mulai menyampaikan PIB digital.

"Sampai 13 Juni kemarin, kami sudah menerima pemberitahuan sebanyak 145 PIB. Tentunya ini akan terus bertambah," katanya. (DDTCNews)

Dokumen Transfer Pricing

DJP mengingatkan kembali mengenai kewajiban penyelenggaraan dan penyimpanan dokumen penentuan harga transfer (transfer pricing).

Baca Juga:
Ingin Lakukan Pembetulan SPT tapi Sedang Diperiksa, Harus Apa?

“Jika wajib pajak ada melakukan transaksi afiliasi pada tahun berjalan dan memenuhi salah satu syarat pada Pasal 2 ayat (2) PMK 213/2016 maka wajib menyelenggarakan dan menyimpan dokumen penentuan harga transfer,” tulis contact center DJP, Kring Pajak, di Twitter.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (2) PMK 213/2016, ada 3 skema transaksi afiliasi yang mengharuskan wajib pajak menyelenggarakan dan menyimpan dokumen penentuan harga transfer. Simak ‘Soal Kewajiban Bikin Dokumen Transfer Pricing, Ini Kata DJP’. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 06 Mei 2024 | 17:19 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Moeldoko: Insentif Mobil Hybrid Bisa Hambat Industri Mobil Listrik

Senin, 06 Mei 2024 | 17:00 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu Akuntan Publik?

Senin, 06 Mei 2024 | 16:00 WIB PEMERIKSAAN PAJAK

Ajukan Restitusi, WP yang Penuhi Syarat Ini Diperiksa di Kantor Pajak

BERITA PILIHAN
Senin, 06 Mei 2024 | 17:19 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Moeldoko: Insentif Mobil Hybrid Bisa Hambat Industri Mobil Listrik

Senin, 06 Mei 2024 | 17:00 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu Akuntan Publik?

Senin, 06 Mei 2024 | 16:38 WIB KINERJA EKONOMI KUARTAL I/2024

Data BPS: Pengeluaran Pemerintah dan LNPRT Tumbuh Double Digit

Senin, 06 Mei 2024 | 16:15 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

DJBC: Pekerja Migran yang Paham Aturan, Bawa Barang Bakal Lancar

Senin, 06 Mei 2024 | 16:00 WIB PEMERIKSAAN PAJAK

Ajukan Restitusi, WP yang Penuhi Syarat Ini Diperiksa di Kantor Pajak

Senin, 06 Mei 2024 | 14:45 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Tingkat Pengangguran Turun ke 4,82%, Pekerja Informal Masih Dominan

Senin, 06 Mei 2024 | 14:30 WIB PERTUMBUHAN EKONOMI

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Wamenkeu Harap Investasi Makin Meningkat

Senin, 06 Mei 2024 | 14:00 WIB LITERASI KRIPTO

Aset Kripto Berisiko Tinggi, Investor Harus Teredukasi