Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Publik tetap memerlukan landasan hukum terkait dengan kebijakan perpanjangan periode pemanfaatan PPh final 0,5% bagi pelaku UMKM, kendati pemerintah memastikan kebijakan itu berlaku tanpa menunggu revisi peraturan eksisting. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (5/5/2025).
Seperti diketahui, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) memastikan bahwa wajib pajak orang pribadi pelaku UMKM yang sudah memanfaatkan PPh final selama 7 tahun sudah bisa memanfaatkan perpanjangan periode PPH final UMKM, meski aturannya belum terbit. Namun, bagaimanapun juga produk hukum tetap diperlukan demi kepastian bagi wajib pajak.
Ketua Departemen Penelitian dan Pengkajian Kebijakan Fiskal Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pino Siddharta menilai kepastian hukum merupakan aspek penting dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan.
Menurutnya, dilansir oleh Harian Kontan, pernyatana lisan pihak otoritas tanpa disertai dengan peraturan resmi yang berlaku tidak bisa dijadikan dasar hukum yang sah bagi pelaku UMKM. Tanpa aturan yang jelas, dikhawatirkan akan muncul ketidakpastian hukum hingga berujung ketidakadilan.
"Dalam pelaksanaan ketentuan harus mengacu pada aturan yang disahkan," kata Pino.
Sebelumnya, Kepala BKF Febrio Kacaribu mengatakan UMKM bisa memanfaatkan PPh final UMKM sembari menunggu direvisinya PP 55/2022. Perpanjangan jangka waktu pemanfaatan PPh final diharap tidak mengganggu keberlanjutan UMKM.
"Saat ini sedang disiapkan oleh pemerintah. Tetapi sepanjang PP-nya sedang disiapkan, sebenarnya UMKM untuk 2025 pun masih boleh menggunakan tarif 0,5%. Jadi, ini diharapkan tidak akan mengganggu kelanjutan UMKM," katanya.
Selain bahasan mengenai PPh final UMKM, ada pula beberapa ulasan menarik pada hari ini. Di antaranya, dibukanya blokir anggaran belanja oleh pemerintah, bayang-bayang pertumbuhan ekonomi RI yang melambat, hingga siap-siap sanksi bagi wajib pajak badan yang tak perpanjang SPT Tahunan.
Ditjen Pajak (DJP) menyatakan wajib pajak yang tidak mengajukan perpanjangan waktu akan dianggap terlambat melaporkan SPT Tahunan PPh badan.
DJP menyatakan jatuh tempo pelaporan SPT Tahunan badan 2024 adalah pada 30 April 2025. Jika lewat dari tenggat waktu tersebut, wajib pajak dianggap terlambat melaporkan SPT.
"Jika tidak mengajukan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, maka dianggap terlambat melaporkan SPT," bunyi pernyataan DJP. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membuka blokir anggaran guna mempercepat realisasi belanja pemerintah pusat.
Hingga 25 April 2025, pemerintah telah membuka blokir atas anggaran senilai Rp86,6 triliun. Pembukaan blokir merupakan tindak lanjut atas efisiensi belanja kementerian dan lembaga (K/L) senilai Rp256,1 triliun yang dilaksanakan oleh pemerintah berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) 1/2025.
"Pada 7 Maret, menteri keuangan telah melaporkan ke presiden bahwa pelaksanaan inpres ini [Inpres 1/2025] telah kami selesaikan. Untuk itu meminta izin untuk melakukan refocusing, relokasi, pembukaan blokir, dan berbagai macam supaya belanja K/L bisa lebih tajam," ujar Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara. (DDTCNews)
Wajib pajak tidak bisa melakukan pemindahbukuan atas suatu pembayaran pajak yang dianggap sebagai penyampaian surat pemberitahuan (SPT).
Kring Pajak menerangkan wajib pajak tidak bisa melakukan pemindahbukuan dan perlu mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
"Apabila SPT-nya sudah dilaporkan, atas pembayaran pajak yang dianggap sebagai penyampaian SPT Masa termasuk pada Pasal 109 ayat (3) PMK 81/2024, sehingga tak bisa diajukan pemindahbukuan," sebut Kring Pajak. (DDTCNews)
Ekonomi Indonesia pada kuartal I/2025 diperkirakan akan melambat, dengan realisasi di bawah 5%. Pelemahan ini disebabkan penurunan laju beberapa katalis utama perekonomian, yakni konsumsi rumah tangga, faktor musiman, dan sektor keuangan.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut sudah disampaikan oleh sejumlah lembaga, baik domestik atau internasional. Sebagai gambaran, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) RI dalam 5 tahun terakhir cenderung stabil di atas 5%.
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEB Universitas Indonesia dalam laporan Memasuki Pertumbuhan di Bawah 5 memperkirakan PDB RI tumbuh 4,94% pada kuartal I/2025 atau dalam kisaran 4,93% hingga 4,95%. (Harian Kompas) (sap)