JAKARTA, DDTCNews – Coretax administration system diyakini dapat mendeteksi para pengusaha ‘nakal’ yang mencoba menghindari kewajiban pajak. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (25/4/2025).
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan coretax system bisa mengidentifikasi setiap aktivitas ekonomi penduduk, termasuk perputaran omzet para pelaku usaha, dengan menggunakan data pihak ketiga, yaitu Nomor Induk Kependudukan (NIK).
“Coretax akan mengintegrasikan data dari berbagai pihak ketiga. Jadi, setiap transaksi ekonomi bisa terpantau. Kami pun bisa menegakkan prinsip perpajakan secara adil bagi semua masyarakat yang bertransaksi,” katanya seperti dikutip dari Bisnis Indonesia.
Suryo pun mencontohkan aturan ambang batas pengusaha kena pajak (PKP) senilai Rp4,8 miliar. Bila melampaui angka itu, pengusaha wajib membayar PPh badan sebesar 22% dan wajib memungut PPN. Namun, jika angkanya masih di bawah Rp4,8 miliar maka hanya dikenai PPh final 0,5%.
Bila seorang pengusaha melampaui angka itu, maka ia wajib membayar PPh Badan sebesar 22% dan memungut PPN dari konsumennya. Sebaliknya, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan omzet di bawah batas tersebut hanya dikenai PPh final sebesar 0,5% hingga akhir 2025.
“Pertanyaannya, bagaimana saya menghitung dia Rp4,8 miliar atau tidak? Maka kami menggunakan coretax untuk mengawasi. Semua transaksi bisa ter-capture melalui coretax ini. Insyaallah semua tercatat,” tutur Suryo.
Selanjutnya, DJP bakal mengirimkan pesan kepada pengusaha berdasarkan transaksinya tersebut. Bisa data transaksi pengusaha sudah menghasilkan omzet lebih dari Rp4,8 miliar per tahun maka pengusaha dimaksud wajib dikukuhkan sebagai PKP dan membayar tarif PPh badan 22%.
Suryo menambahkan terdapat 3 tujuan dari penerapan coretax system tersebut, yaitu penurunan biaya kepatuhan wajib pajak, peningkatan efektivitas pemungutan pajak, dan memperkecil risiko terjadinya penipuan.
Kendati demikian, dia tidak menampik pengimplementasian Coretax di awal sempat banyak masalah. Suryo juga berterima kasih atas masukan semua pihak, terutama para pengusaha ritel. Menurutnya, kini Coretax sudah berjalan jauh lebih baik.
"Bahwa Coretax sebagai bagian dari proyek strategis nasional, kita wajib mengimplementasikan dan implementasi alhamdullilah lancar," klaim Suryo.
Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai penyatuan atap Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan ke Mahkamah Agung. Kemudian, ada juga bahasan mengenai realisasi penerimaan pajak, rencana penyusunan peta jalan kebijakan cukai rokok, dan lain sebagainya.
Komite Pengawas Perpajakan (Komwasjak) terus melakukan monitoring dalam rangka memastikan keandalan coretax system.
Kowasjak menyatakan telah mendengar pandangan dari kalangan pengusaha mengenai coretax system dan tantangan implementasinya. Penerapan coretax system dinilai harus akuntabel dan berpihak pada pertumbuhan ekonomi.
"Melalui forum ini, Komwasjak terus membuka ruang dialog bersama dunia usaha untuk memastikan sistem perpajakan yang akuntabel, adil, dan berpihak pada pertumbuhan ekonomi nasional," tulis Komwasjak di media sosial. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeklaim tren penerimaan pajak mulai menunjukkan perbaikan hingga Maret 2025.
Hingga Maret 2025, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp322,6 triliun, atau terkontraksi sebesar 18,1% (year-on-year/yoy). Namun, secara bulanan, penerimaan pajak pada Maret 2025 saja mencapai Rp134,8 triliun.
"Telah terjadi pembalikan dari tren penerimaan pajak menjadi positif. Penerimaan Maret 2025 mencapai 41,8% dari total realisasi akumulasi penerimaan pajak pada triwulan I/2025 sebesar Rp322,6 triliun," katanya. (DDTCNews/Kontan)
Mahkamah Agung (MA) mendorong pemerintah untuk menerbitkan peraturan presiden (perpres) terkait dengan penyatuan atap Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ke MA.
Dirjen Badan Peradilan Militer dan Tata Usaha Negara MA Yuwono Agung Nugroho mengatakan perpres dibutuhkan agar Pengadilan Pajak bisa beroperasi di bawah MA sebagai pengadilan khusus tersendiri yang setara dengan pengadilan tinggi tata usaha negara (PT TUN).
"Tahap jangka pendek, kita tempatkan Pengadilan Pajak sebagai PT TUN kesembilan. Ini bukan keputusan, ini usulan pokja. Seluruh kegiatan Pengadilan Pajak kita bawa dan kita masukkan ke dalam MA, yang penting operasional dulu," katanya. (DDTCNews)
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan tengah menyusun peta jalan kebijakan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dan harga jual eceran (HJE) rokok untuk 5 tahun ke depan.
Analis Kebijakan Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Kemenkeu Sarno mengatakan peta jalan tersebut akan dituangkan dalam bentuk Keputusan Menteri Keuangan (KMK). Nanti, peta jalan akan mengatur kenaikan besaran tarif CHT, HJE, dan simplifikasi tarif.
"Kami akan menyusun kebijakan cukai, termasuk bagaimana menaikkan tarif cukai dari 2026 hingga 2029, termasuk simplifikasinya," katanya. (DDTCNews)
Pengadilan Pajak memandang aplikasi e-tax court perlu tetap digunakan sebagai sarana untuk mengadministrasikan sengketa perpajakan dan menyelenggarakan persidangan secara elektronik.
Wakil Ketua II Bidang Yudisial Pengadilan Pajak Triyono Martanto mengatakan sistem e-tax court memungkinkan pihak yang berperkara untuk mengikuti persidangan secara elektronik tanpa harus hadir di Jakarta secara fisik.
"Kuasa hukum tidak perlu jalan dari Papua ke Jakarta, cukup Zoom dari sana. Kita sudah mulai sidang elektronik. Harapan kami, apa yang sudah kita bangun ini jangan sampai balik nol lagi," katanya. (DDTCNews)
Pemerintah Amerika Serikat (AS) membuka opsi untuk memberlakukan bea masuk resiprokal tanpa menunggu berakhirnya jangka waktu penundaan selama 90 hari.
Presiden AS Donald Trump mengatakan AS bisa kembali memberlakukan bea masuk resiprokal atas impor dari negara tertentu mulai bulan depan. Bea masuk resiprokal diberlakukan terhadap negara yang tidak mampu mencapai kesepakatan dengan AS.
Sementara itu, White House mengeklaim saat ini setidaknya sudah ada 75 negara yang menghubungi AS untuk menegosiasikan bea masuk resiprokal. Beberapa negara yang sudah menjalin komunikasi langsung dengan Trump antara lain Jepang dan Inggris. (DDTCNews)
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?
Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel dan dapatkan berita pilihan langsung di genggaman Anda.
Ikuti sekarang! Klik tautan: link.ddtc.co.id/WACDDTCNews