BERITA PAJAK SEPEKAN

Kantor Konsultan Pajak Perlu Siap-Siap, Nanti Harus Punya Izin Kantor

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 26 April 2025 | 07.00 WIB
Kantor Konsultan Pajak Perlu Siap-Siap, Nanti Harus Punya Izin Kantor

JAKARTA, DDTCNews - Rencana perubahan atas peraturan menteri keuangan (PMK) 11/2014 s.t.d.d PMK 175/2022 tentang Konsultan Pajak ternyata juga mengubah ketentuan operasional kantor konsultan pajak. Nantinya, kantor konsultan pajak bakal diwajibkan untuk memiliki izin kantor. 

Topik tersebut menjadi salah satu isu yang disorot oleh netizen dalam sepekan terakhir. 

Rencana revisi atas ketentuan soal konsultan pajak disampaikan oleh Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK). Tri Wuri, selaku perwakilan PPPK dalam sosialisasi yang diselenggarakan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), mengatakan kewajiban untuk memiliki izin kantor sudah berlaku atas profesi keuangan lainnya. 

Oleh karena itu, kewajiban yang sama juga akan diberlakukan atas konsultan pajak.

"Ini sebenarnya proses bisnis existing untuk profesi keuangan selain konsultan pajak. Namun, karena sudah berada di bawah pembinaan dan pengawasan PPPK, kemungkinan besar konsultan pajak ini akan mirroring," ujarnya.

Kewajiban untuk memiliki izin kantor akan diatur dalam peraturan menteri keuangan (PMK) baru yang merevisi PMK 111/2014 s.t.d.d PMK 175/2022 tentang Konsultan Pajak.

Perlu dicatat, kewajiban untuk memiliki izin kantor timbul bila konsultan pajak memberikan jasa konsultasi perpajakan melalui kantor. Bila seorang konsultan pajak memberikan jasa kepada wajib pajak secara perorangan tanpa melalui kantor, konsultan tersebut hanya memerlukan izin profesi saja.

"Kalau izin profesi itu melekat kepada dirinya sendiri. Kan ada yang perorangan tanpa melalui kantor, itu diperkenankan. Lalu, ada yang memberikan jasa melalui kantor, itu izinnya ada 2 yakni izin yang melekat pada diri dan izin untuk kantornya," ujar Tri Wuri.

Sebagai informasi, saat ini kewajiban bagi konsultan pajak untuk memiliki izin praktik sebelum memberikan jasa konsultasi perpajakan telah diatur dalam PMK 111/2014 s.t.d.d PMK 175/2022.

Izin praktik terdiri dari 3 tingkat, yakni A, B, dan C. Izin praktik tingkat A diberikan bila konsultan sudah lulus ujian sertifikasi konsultan pajak (USKP) A dan memperoleh sertifikat konsultan pajak tingkat A.

Sertifikat tingkat A menunjukkan bahwa konsultan pajak memiliki keahlian untuk memberikan jasa kepada wajib pajak orang pribadi, kecuali wajib pajak yang berdomisili di negara yang memiliki persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) dengan Indonesia.

Selanjutnya, izin praktik tingkat B diberikan kepada konsultan yang sudah lulus USKP B dan memiliki sertifikat konsultan pajak tingkat B. Dengan sertifikat ini, konsultan pajak dapat memberikan jasanya kepada wajib pajak orang pribadi dan badan selain wajib pajak penanaman modal asing (PMA), bentuk usaha tetap (BUT), dan wajib pajak yang berdomisili di negara yang memiliki P3B dengan Indonesia.

Adapun izin praktik tingkat C diberikan kepada konsultan pajak yang sudah lulus USKP C dan memiliki sertifikat konsultan pajak tingkat C. Bila sudah memiliki sertifikat tingkat C, konsultan pajak dianggap memiliki keahlian untuk memberikan jasa kepada semua wajib pajak tanpa terkecuali. 

Selain informasi mengenai izin kantor konsultan pajak, ada pula beberapa informasi yang menarik untuk diulas kembali. Di antaranya, gugatan kepada Mahkamah Konsutitusi (MK) agar membatalkan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12%, update tentang kinerja coretax system, hingga pengawasan oleh kantor pajak terhadap pelaporan SPT. 

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya. 

MK Diminta Batalkan PPN 12%

Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian materiil atas ketentuan PPN dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Tujuh pemohon dengan beragam latar belakang, mulai dari ibu rumah tangga, mahasiswa, pekerja swasta, pelaku usaha mikro, hingga pengemudi ojek online meminta MK untuk membatalkan tarif PPN 12% dalam UU PPN s.t.d.t.d UU HPP.

Penerapan PPN dengan tarif sebesar 12% menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para pemohon. Ketidakpastian timbul salah satunya akibat pertentangan antara tarif PPN sebesar 12% pada Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN dan PMK 131/2024. 

WP Badan Tetap Lampirkan Pembukuan

Wajib pajak badan yang memanfaatkan fasilitas PPh final UMKM tetap berkewajiban untuk melampirkan pembukuannya pada SPT Tahunan.

Sesuai dengan Pasal 28 UU KUP, wajib pajak badan di Indonesia diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Hanya wajib pajak orang pribadi yang diberi ruang oleh UU KUP untuk melakukan pencatatan tanpa menyelenggarakan pembukuan.

Meski wajib pajak badan menggunakan PPh final UMKM dalam melaksanakan kewajiban penghitungan dan pembayaran pajaknya, laporan keuangan tetap harus dilampirkan sesuai dengan PER-19/PJ/2014 tentang Bentuk Formulir SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan Beserta Petunjuk Pengisiannya.

Coretax Masih Riskan Saat Volume Transaksi Tinggi

Operasional coretax administration system diklaim stabil dalam 1 bulan terakhir. Keandalannya juga sudah jauh membaik jika dibandingkan dengan periode awal peluncuran. Namun, waktu tunggu atau latensi penggunaannya masih fluktuatif, bergantung pada volume transaksi. 

DJP baru saja menerbitkan keterangan tertulis (KT-12/2025) yang isinya menjabarkan perkembangan terkini kinerja coretax system. 

Dalam laporan tersebut, DJP mengklaim performa coretax system stabil selama 24 Maret 2025 hingga 20 April 2025. Hanya saja, performa ini masih tertekan ketika volume transaksi sedang tinggi. 

KPP Fokus Awasi Kepatuhan Lapor SPT

DJP terus berupaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT Tahunan. Salah satu cara yang ditempuh ialah dengan menyusun daftar wajib pajak wajib SPT di aplikasi internal Apportal.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan setiap kantor pelayanan pajak bisa lebih fokus dalam mengawasi kepatuhan wajib pajak dengan adanya daftar WP wajib SPT dalam aplikasi Apportal tersebut.

"Berdasarkan daftar tersebut, KPP bisa lebih fokus mengawasi kepatuhan penyampaian SPT Tahunan oleh wajib pajak terdaftar," katanya. 

Soal Pengadilan Pajak, RI Perlu Belajar ke AS

Hakim Agung Tata Usaha Negara (TUN) Khusus Pajak Cerah Bangun berpandangan Indonesia perlu mempelajari sistem peradilan pajak yang berlaku di Amerika Serikat (AS).

Dalam Diskusi dan Peluncuran Buku Kajian Persiapan Penyatuan Atap Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan kepada Mahkamah Agung, Cerah menceritakan wajib pajak di AS bisa bersengketa di 3 pengadilan yakni Court of Federal Claims, US District Court, atau US Tax Court.

"Ada plus minusnya. Kalau tax court itu hanya ada di Washington D.C. Kalau ada sengketa di negara bagian, tim hakim akan berkunjung ke daerah itu dan disepakati waktunya kapan," ujar Cerah. (sap)

Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?
Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel dan dapatkan berita pilihan langsung di genggaman Anda.
Ikuti sekarang! Klik tautan: link.ddtc.co.id/WACDDTCNews

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.