Ilustrasi. Tampilan platform streaming music.
JAKARTA, DDTCNews – Pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) atas produk digital dari luar negeri masih menjadi sorotan media nasional pada hari ini, Senin (18/5/2020). Ketentuan ini telah diatur dalam PMK 48/2020 yang merupakan turunan dari Perpu 1/2020.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan pengenaan PPN atas pemanfaatan produk digital dari luar negeri merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi semua pelaku usaha.
“Khususnya antara pelaku di dalam negeri maupun di luar negeri, serta antara usaha konvensional dan usaha digital,” ujarnya.
Dengan demikian, mulai 1 Juli 2020, produk digital seperti langganan streaming music, streaming film, aplikasi dan gim digital, serta jasa online dari luar negeri akan diperlakukan sama seperti berbagai produk konvensional yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari yang telah dikenai PPN, serta produk digital sejenis yang diproduksi oleh pelaku usaha dalam negeri.
Selain itu, ada pula bahasan mengenai laporan pemanfaatan insentif pajak sesuai PMK 44/2020. Setelah meluncurkan aplikasi pelaporan untuk insentif pajak ditanggung pemerintah (DTP), DJP sedang membuat aplikasi untuk pelaporan insentif diskon 30% angsuran PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 22 Impor.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Pelaku usaha PMSE yang memenuhi kriteria nilai transaksi atau jumlah traffic tertentu dalam waktu 12 bulan ditunjuk oleh Menteri Keuangan melalui Dirjen Pajak sebagai pemungut PPN. Simak artikel ‘Ada Kriteria Pelaku Usaha PMSE yang Ditunjuk Sebagai Pemungut PPN’.
Pelaku usaha yang telah memenuhi kriteria tetapi belum ditunjuk sebagai pemungut PPN dapat menyampaikan pemberitahuan secara online kepada Dirjen Pajak. Kriteria dan daftar pelaku usaha yang ditunjuk sebagai pemungut PPN atas produk digital dari luar negeri akan diumumkan kemudian. (Kontan/Bisnis Indonesia/DDTCNews)
Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengapresiasi langkah pemerintah dalam memungut PPN produk digital melalui PMSE. PMK 48/2020, sambungnya, menjamin kesetaraan perlakuan pajak sekaligus menjadi instrumen penerimaan yang tepat.
Hal ini dikarenakan pengenaan PPN atas BKP tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak pada dasarnya merujuk pada destination principle. Artinya, negara tempat dimanfaatkannya produk digital tersebutlah yang berhak untuk mengenakan PPN.
“Nah, dalam konteks penyerahan dari luar daerah pabean melalui PMSE, pemerintah kini mewajibkan pihak penyelenggara PMSE, baik dalam dan luar negeri, menjadi pemungut. Dalam hal ini, terobosan administrasi pengenaan PPN seperti ini sesuai dengan international best practices,” katanya.
Selain itu, menurut Bawono, strategi pemungutan PPN PMSE ini juga tepat karena PPN merupakan jenis pajak yang relatif stabil di tengah krisis jika dibandingkan dengan jenis pajak lainnya. Apalagi, di tengah pandemi Covid-19, terdapat peningkatan aktivitas ekonomi berbasis digital. (Kontan/Bisnis Indonesia)
Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Iwan Djuniardi mengatakan DJP masih terus mengembangkan aplikasi untuk mekanisme pelaporan realisasi insentif pelaku usaha terdampak Covid-19.
“Setelah PPh 21 DTP dan PPh final DTP. Kali ini pembuatan aplikasi untuk pelaporan realisasi insentif yang dilakukan setiap kuartalan,” katanya Jumat (15/5/2020). Simak artikel ‘Cara Pelaporan Realisasi Insentif Pajak Covid-19 di DJP Online’.
Seperti diketahui, laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 Impor dan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 wajib disampaikan setiap tiga bulan. Batas akhir pelaporan realisasi insentif untuk PPh Pasal 22 Impor dan PPh Pasal 25 adalah tanggal 20 Juli 2020 (untuk masa pajak April—Juni 2020) dan tanggal 20 Oktober 2020 (untuk masa pajak Juli—September 2020). (DDTCNews)
Pemerintah menyusun stimulus untuk peningkatan konsumsi rumah tangga. Rancangan stimulus ini masuk dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Salah satu stimulus yang akan diberikan menyasar kelas menengah melalui dukungan terhadap sektor pariwisata. Rencana stimulus ini diperkirakan akan membutuhkan anggaran Rp 25 triliun.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengungkapkan apabila kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diperlonggar pada kuartal III/2020 dengan asumsi penyebaran virus sudah tidak terlalu masif, insentif tersebut akan dijalankan. (Kontan)
Sama seperti insentif PPh final ditanggung pemerintah (DTP) untuk UMKM, pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP juga diawasi oleh Ditjen Pajak (DJP).
Pengawasan itu juga diatur dalam Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No. SE-29/PJ/2020. Tidak tanggung-tanggung, pengawasan yang dilakukan DJP bisa berujung pada penerbitan surat tagihan pajak untuk menagih kekurangan pembayaran PPh Pasal 21 DTP. Simak artikel ‘DJP Bisa Terbitkan STP, Ini Skema Pengawasan Insentif PPh Pasal 21 DTP’. (kaw)