REFORMASI PERPAJAKAN

Masyarakat Sipil Sambut Positif Penundaan Omnibus Law Perpajakan

Redaksi DDTCNews | Rabu, 01 Juli 2020 | 18:21 WIB
Masyarakat Sipil Sambut Positif Penundaan Omnibus Law Perpajakan

Beberapa narasumber dan peserta dalam diskusi virtual bertajuk 'Omnibus Law Pajak: Siapa yang Meraup Untung?' yang digelar Lokataru Foundation, Rabu (1/7/2020). (tangkapan dari media sosial)

JAKARTA, DDTCNews—Usulan DPR untuk menunda pembahasan RUU Omnibus Law Perpajakan ke tahun depan disambut positif oleh masyarakat sipil lantaran isi omnibus law perpajakan dinilai masih belum sesuai ekspektasi.

Pendiri dan Peneliti Lokataru Foundation Nurkholis Hidayat mengatakan setidaknya terdapat tiga hal yang bisa dikritisi antara lain penurunan tarif PPh Badan, penghapusan pajak dividen dan penempatan insentif dalam satu wadah aturan hukum.

"Nah, beberapa studi menunjukan, penurunan tarif PPh badan tidak terlalu berdampak untuk mendorong investasi," katanya dalam diskusi virtual bertajuk 'Omnibus Law Pajak: Siapa yang Meraup Untung?', Rabu (1/7/2020).

Baca Juga:
Manfaatkan Tax Holiday di IKN, WP Harus Diperiksa Terlebih Dahulu

Senada, Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa A.H. Maftuchan yang menyebutkan sasaran pemerintah untuk menarik investasi asing kurang tepat jika hanya mengandalkan kebijakan pajak atau melalui omnibus law perpajakan.

Menurutnya, terdapat hal-hal lain yang mampu menarik investasi asing lebih banyak lagi antara lain pemberantasan korupsi, efisiensi birokrasi, akses pembiayaan, infrastruktur dan stabilitas kebijakan.

Untuk itu, ia menyambut positif usulan DPR menunda pembahasan omnibus law perpajakan. Menurutnya, penundaan ini juga dapat menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan reformasi perpajakan secara lebih komprehensif.

Baca Juga:
SPLN yang Investasi di Financial Center IKN Dibebaskan dari PPh Potput

"Penundaan pembahasan omnibus law menjadi momentum untuk mengetengahkan kembali reformasi paket UU perpajakan yang sebetulnya sangat kita butuhkan agar mampu mengikuti perubahan sosial dan ekonomi yang cepat," ujarnya.

Peneliti ICW Lalola Easter Kaban menilai omnibus law adalah kebijakan reaktif pemerintah untuk menyelesaikan seluruh masalah dalam waktu singkat. Menurutnya, ada opsi kebijakan lainnya yang bisa ditempuh pemerintah.

“Sebetulnya ada alternatif lain yang bisa diambil dalam konteks memaksimalkan penerimaan khususnya dalam bidang perpajakan,” tutur Lalola.

Baca Juga:
BP2MI Minta Barang Kiriman PMI yang Tertahan Segera Diproses

Sementara itu, Partner of Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji menilai omnibus law perpajakan memang tidak bisa berdiri sendiri dalam mendorong daya saing negara untuk kepentingan investasi.

Selain itu, aspek lain seperti peningkatan kepatuhan serta perluasan basis pajak perlu turut dikedepankan terutama melalui revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh) dan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

“Ada baiknya jika hal-hal dalam omnibus law dimasukkan saja dalam revisi UU perpajakan lain seperti KUP, PPh, dan PPN. Dengan begitu, reformasi pajak dilakukan secara komprehensif dan tidak secara parsial,” katanya.

Untuk diketahui, DPR sebelumnya memutuskan untuk mengusulkan penundaan pembahasan RUU Omnibus Law Perpajakan ke tahun depan. Usulan tersebut bakal dibahas dalam rapat bersama pemerintah. Simak artikel, 'DPR Usul Pembahasan RUU Omnibus Law Perpajakan Ditunda Tahun Depan'. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 19 Mei 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

BP2MI Minta Barang Kiriman PMI yang Tertahan Segera Diproses

Minggu, 19 Mei 2024 | 12:00 WIB PERATURAN PAJAK

Jika Ini Terjadi, DJP Bisa Minta WP Naikkan Angsuran PPh Pasal 25

BERITA PILIHAN