RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPN atas penyerahan jasa perhotelan.
Dalam perkara ini, wajib pajak merupakan pelaku usaha di bidang perhotelan yang menyediakan berbagai fasilitas hotel dan layanan lainnya. Kegiatan usahanya juga mencakup penjualan barang, seperti merchandise, barang gallery, dan consignment (konsinyasi) serta penyediaan fasilitas hotel dan layanan penunjang lainnya.
Berkaitan dengan usaha tersebut, otoritas pajak menilai bahwa terdapat PPN yang masih kurang dibayar oleh wajib pajak atas kegiatan usahanya. Sebab, terdapat penyerahan merchandise, barang (gallery), dan consignment merupakan penyerahan barang kena pajak (BKP) yang seharusnya dikenakan PPN. Oleh karena itu, otoritas pajak melakukan koreksi positif DPP yang menyebabkan PPN menjadi kurang dibayar.
Sebaliknya, wajib pajak tidak setuju atas koreksi yang dilakukan. Wajib pajak menilai bahwa atas penyerahan barang dan jasa tersebut telah dilaporkan sebagai objek pajak hotel sehingga tidak termasuk objek PPN. Dengan demikian, koreksi PPN yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan dari otoritas pajak selaku Pemohon PK.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.
Wajib pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak pada 9 Januari 2013. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai bahwa koreksi DPP PPN yang ditetapkan oleh otoritas pajak tidak dapat dibenarkan. Oleh karena itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak mengabulkan seluruh permohonan banding dan membatalkan SKPKB yang dilakukan oleh otoritas pajak.
Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.62327/PP/M.XVIIIB/16/2015 tanggal 25 Juni 2015, otoritas pajak mengajukan Permohonan PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 2 Oktober 2015.
Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif atas dasar pengenaan pajak (DPP) PPN akibat adanya perbedaan interpretasi objek pajak untuk masa pajak Oktober 2008 dengan nilai sebesar Rp52.017.470 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Pemohon PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK tidak setuju atas koreksi positif DPP PPN sebesar Rp52.017.470 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Sebagai informasi, Termohon PK memiliki usaha di bidang perhotelan yang kegiatan usahanya mencakup penjualan barang, seperti merchandise, barang gallery, dan consignment (konsinyasi). Selain itu, Termohon PK juga menyediakan fasilitas/layanan hotel, yaitu persewaan ruangan untuk acara/pertemuan, sewa mobil hotel (hotel car), dan car commission.
Sengketa muncul karena Pemohon PK melakukan koreksi DPP PPN yang harus dipungut sendiri atas penyerahan barang dan jasa perhotelan yang dinilai sebagai objek PPN. Di sisi lain, Termohon PK telah melaporkan transaksi dari akun-akun tersebut sebagai pajak daerah atas kegiatan usaha perhotelan.
Menurut Pemohon PK, penyerahan barang seperti merchandise, barang gallery, dan consignment merupakan merupakan objek PPN. Pemohon PK berpendapat bahwa seluruh jenis penyerahan barang dan/atau jasa tersebut tidak termasuk kelompok barang yang dikecualikan dari pengenaan PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 4A ayat (2) UU PPN.
Untuk memastikan bahwa atas penyerahan barang dan jasa tersebut memang objek PPN, Pemohon PK juga melakukan analisis dari sisi ketentuan objek pajak daerah atas jasa perhotelan. Sesuai Pasal 38 ayat (1) PP No. 65 Tahun 2001 junto Pasal 2 Perda Kabupaten Badung No. 20 Tahun 2001, objek pajak daerah atas jasa perhotelan ialah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran dan atau seharusnya dibayar di hotel atau yang diperuntukkan untuk itu.
Mengacu pada ketentuan di atas, penjualan barang berupa merchandise, barang gallery, dan consignment yang dilakukan oleh Termohon PK tidak termasuk objek pajak daerah. Dengan kata lain, atas penyerahan merchandise, barang gallery, dan consignment tetap dikenakan PPN.
Selain itu, penyerahan jasa sewa mobil (hotel car) dan car commission dinilai bukan penyerahan jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN menurut Pasal 4A ayat (3) UU PPN juncto PP No. 144 Tahun 2000. Dengan kata lain, atas penyerahan jasa sewa mobil (hotel car) dan car commission juga merupakan objek PPN.
Berdasarkan pertimbangan di atas, Pemohon PK menyimpulkan bahwa Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku (contra legem). Pertimbangan yang diberikan juga tidak sesuai fakta dan bukti yang terungkap selama persidangan. Oleh karena itu, Pemohon PK menyatakan bahwa koreksi yang dilakukan sudah benar dan dapat dipertahankan.
Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju atas koreksi DPP PPN yang dilakukan oleh Pemohon PK. Sebab, Termohon PK telah melaporkan transaksi penjualan barang dan jasa berupa merchandise, barang gallery, consignment (konsinyasi), sewa persewaan ruangan untuk acara/pertemuan, sewa mobil hotel (hotel car), dan car commission sebagai pajak daerah atas kegiatan usaha perhotelan. Adapun terhadap beberapa penyerahan barang dan jasa tersebut bukan merupakan objek PPN.
Berdasarkan uraian di atas, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan oleh Pemohon PK. Dengan demikian, pertimbangan hukum yang diberikan Majelis Hakim Pengadilan Pajak sudah tepat dan benar.
Mahkamah Agung menyatakan bahwa alasan-alasan permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding dan menetapkan pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah tepat dan benar.
Dalam putusan PK ini, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam permohonan PK, Mahkamah Agung menilai bahwa koreksi DPP PPN sebesar Rp52.017.470 untuk masa pajak Oktober 2008 yang dilakukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan.
Berdasarkan pertimbangan Mahkamah Agung, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai tidak berasalan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (Rauzan Alfazri/sap)