RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa akibat koreksi atas transaksi yang pajak pertambahan nilai (PPN)-nya tidak dipungut.
Dalam perkara ini, wajib pajak merupakan suatu perusahaan swasta yang melakukan penjualan barang kena pajak (BKP) ke pembeli di suatu kawasan berikat. Akibat BKP dijual ke kawasan berikat, wajib pajak tidak melakukan pemungutan PPN atas penyerahan BKP tersebut.
Otoritas pajak menilai bahwa seharusnya terdapat PPN yang dipungut oleh wajib pajak. Sebab, faktur pajak keluaran yang diterbitkan oleh wajb pajak tidak dibubuhi dengan suatu cap yang menyatakan bahwa PPN tidak dipungut. Oleh karena itu, otoritas pajak melakukan koreksi negatif atas penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut tersebut.
Sebaliknya, wajib pajak tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan. Wajib pajak menilai bahwa BKP tersebut dijual ke pembeli di kawasan berikat sehingga harus mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut. Dengan begitu, ketiadaan cap yang menyatakan bahwa PPN tidak dipungut, tidak dapat dijadikan dasar untuk melakukan koreksi atas penyerahan BKP menjadi terutang PPN.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai bahwa penyerahan BKP ke kawasan berikat tetap tidak dipungut PPN meskipun tidak dibubuhi stempel. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak tepat.
Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. PUT.41368/PP/M.XIV/16/2012 tanggal 14 November 2012, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 21 Februari 2013.
Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPN akibat adanya perbedaan perlakuan PPN atas penyerahan ke kawasan berikat pada masa pajak Januari-Juni 2005 sebesar Rp1.276.614.920 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK tidak setuju dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang membatalkan koreksi DPP PPN senilai Rp1.276.614.920.
Sebagai informasi, Termohon PK sebagai wajib pajak merupakan perusahaan swasta yang melakukan penjualan suatu BKP. Dalam kasus ini, Termohon PK melakukan penjualan ke pembeli yang bertempat di kawasan berikat Batam.
Sengketa muncul karena Pemohon PK menilai bahwa seharusnya terdapat pemungutan PPN atas penyerahan BKP ke kawasan tersebut. Di sisi lain, Termohon PK pada faktanya tidak melakukan pemungutan PPN atas penyerahan BKP tersebut.
Menurut Pemohon PK, penyerahan BKP yang dilakukan Termohon PK ke pembeli di kawasan berikat seharusnya terutang PPN. Sebagai landasan argumentasinya, Pemohon PK merujuk pada Keputusan Menteri Keuangan No. 583/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam (KMK 583/2003).
Berdasarkan Pasal 2 KMK 583/2003, fasilitas PPN tidak dipungut diberikan salah satunya untuk penyerahan BKP dari pengusaha kena pajak (PKP) di daerah pabean di luar kawasan berikat kepada pengusaha di kawasan berikat. Dalam beleid tersebut, BKP yang diserahkan ke kawasan berikat bisa mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut sepanjang digunakan untuk menghasilkan BKP yang diekspor.
Namun demikian, Pemohon PK menilai Termohon PK melakukan penyerahan BKP berupa consumer goods (barang konsumsi) yang tidak digunakan untuk menghasilkan BKP yang diekspor. Dengan begitu, BKP yang diserahkan ke kawasan berikat tersebut tidak memenuhi persyaratan untuk mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut sesuai Pasal 2 KMK 583/2003.
Di samping itu, Pemohon PK juga merujuk pada Pasal 3 KMK 583/2003. Berdasarkan ketentuan tersebut, PKP yang melakukan penyerahan BKP diwajibkan untuk menerbitkan faktur pajak yang dibubuhi cap “PPN dan/atau PPnBM Tidak Dipungut sesuai PP Nomor 63 Tahun 2003”. Berkenaan dengan ini, Pemohon PK tidak menemukan cap dengan pernyataan tersebut pada faktur pajak yang diterbikan oleh Termohon PK.
Berdasarkan pertimbangan di atas, Pemohon PK beranggapan bahwa seharusnya Termohon PK tetap melakukan pemungutan PPN atas penyerahan BKP kepada pengusaha yang berada di kawasan berikat. Oleh karena itu, Pemohon PK menyatakan bahwa koreksi yang dilakukannya sudah benar dan dapat dipertahankan.
Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan argumentasi Pemohon PK. Menurut Termohon PK, ketiadaan cap 'PPN dan atau PPnBM Tidak Dipungut sesuai PP Nomor 63 Tahun 2003', tidak dapat menjadi penyebab penyerahan BKP menjadi terutang PPN.
Sebab, secara substansi penyerahan BKP dilakukan kepada pembeli yang berada di kawasan berikat. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan alamat dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) pembeli yang berlokasi di Batam.
Berdasarkan uraian di atas, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Dengan demikian, pertimbangan hukum yang diberikan Majelis Hakim Pengadilan Pajak sudah tepat dan benar.
MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruh permohonan banding sehingga membatalkan koreksi Pemohon PK sudah tepat dan benar.
Dalam putusan PK ini, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam permohonan PK, Mahkamah Agung menilai bahwa koreksi DPP PPN masa pajak Januari-Juni 2005 yang dilakukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan.
Berdasarkan pertimbangan Mahkamah Agung, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum membayar biaya perkara. (sap)