SETIAP perusahaan membutuhkan pegawai sebagai sumber daya manusia (SDM) untuk bisa beroperasi. Perusahaan bisa memperoleh pegawai melalui proses rekrutmen. Pada praktiknya, proses rekrutmen pegawai tersebut bisa terjadi sepanjang tahun sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Hal tersebut membuat adanya pegawai yang baru mulai bekerja pada tahun berjalan. Nah, seri kelas pajak kali ini akan membahas contoh sederhana penghitungan PPh Pasal 21 atas pegawai tetap yang mulai bekerja pada tahun berjalan sesuai dengan ketentuan PMK 168/2023.
Petunjuk Umum Penghitungan PPh Pasal 21 Bagi Pegawai Tetap
Pasca-berlakunya tarif efektif rata-rata (TER), penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dibedakan sebagai berikut:
Besarnya PPh Pasal 21 terutang pada setiap masa pajak selain masa pajak terakhir dihitung dengan menggunakan TER bulanan dikalikan dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh pegawai tetap dalam 1 masa pajak.
Jumlah penghasilan bruto untuk pegawai tetap yaitu jumlah bruto penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja dalam 1 masa pajak. Simak Memahami Jenis Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21
Besarnya PPh Pasal 21 terutang pada masa pajak terakhir dihitung berdasarkan jumlah PPh Pasal 21 terutang dalam 1 tahun pajak atau bagian tahun pajak dikurangi dengan jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada setiap masa pajak selain masa pajak terakhir.
Dalam penghitungan PPh Pasal 21 terutang pada masa pajak terakhir untuk pegawai tetap yang masuk pada tahun berjalan ada kondisi yang perlu diperhatikan, yaitu waktu pemenuhan kewajiban subjektifnya. Simak Update 2024: Apa Itu Subjek Pajak Dalam Negeri?
Apabila pegawai baru tersebut telah memiliki kewajiban pajak subjektif sejak awal tahun maka perhitungan PPh Pasal 21 terutangnya berdasarkan penghasilan neto yang tidak disetahunkan. Simak, Ini Beda Tidak Disetahunkan dan Disetahunkan dalam Bupot A1
Sementara itu, apabila pegawai baru tersebut memiliki kewajiban subjektif setelah Januari maka penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang dilakukan berdasarkan penghasilan neto yang disetahunkan. Selain itu, pajaknya dihitung secara proporsional terhadap jumlah bulan dalam bagian tahun pajak yang bersangkutan.
Hal ini berarti ketentuan penghitungan PPh Pasal 21 pada masa pajak terakhir bagi pegawai yang mulai bekerja pada tahun berjalan bisa dibedakan menjadi dua. Pertama, pegawai yang kewajiban subjektifnya sebagai SPDN sudah ada sejak awal tahun. Kedua, pegawai yang kewajiban subjektifnya sebagai SPDN dimulai setelah awal tahun.
Untuk memperjelas, berikut contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sebagai SPDN sudah ada sejak awal tahun kalender, tetapi baru bekerja pada pertengahan tahun.
Penghitungan PPh Pasal 21 atas pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sebagai SPDN sudah ada sejak awal tahun kalender, tetapi baru bekerja pada pertengahan tahun
Tuan Zain merupakan warga negara indonesia (WNI) yang bertempat tinggal di Indonesia mulai bekerja di PT A pada 1 September 2024. Tuan Zain berstatus tidak menikah dan tidak memiliki tanggungan (TK/0). Tuan Zain menerima atau memperoleh gaji senilai Rp15.000.000 per bulan dan membayar iuran pensiun melalui PT A sebesar Rp100.000 per bulan.
Berdasarkan status penghasilan tidak kena pajak (PTKP) Tuan Zain (TK/0) maka besarnya pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan Zain dihitung berdasarkan tarif efektif (TER) bulanan kategori A dengan tarif 6% (berdasarkan lampiran PP 58/2023).
Berdasarkan ilustrasi tersebut, secara ringkas, penghitungan PPh Pasal 21 untuk setiap masa pajak selain masa pajak terakhir (September – November) Tuan Zain adalah sebagai berikut:

Penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada masa pajak terakhir, yaitu Desember 2024 adalah sebagai berikut:

Catatan:
Kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut dikembalikan oleh PT A kepada Tuan Zain beserta dengan pemberian bukti pemotongan (Bupot) PPh Pasal 21 Formulir A1 paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak terakhir, yaitu akhir bulan Januari 2025 (Pasal 21 ayat (1) PMK 168/2023). (dik)
