PAJAK penghasilan (PPh) pada dasarnya menyasar penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak. Namun, setiap individu atau badan harus terlebih dahulu memenuhi kriteria sebagai subjek pajak sebelum ditetapkan sebagai wajib pajak.
Kriteria pihak yang disebut sebagai subjek pajak telah diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) s.t.d.t.d UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Berdasarkan UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, subjek pajak dibedakan menjadi 2.
Kedua subjek pajak tersebut meliputi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Nah, Kamus DDTCNews kali ini akan membahas siapa itu subjek pajak dalam negeri (SPDN) dan bagaimana kriterianya.
Secara ringkas, SPDN terbagi menjadi 3 golongan, yaitu: (i) orang pribadi; (ii) badan, dan (iii) warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. Ketiga golongan tersebut dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri apabila memenuhi kriteria.
Kriteria subjek pajak dalam negeri telah diatur dalam Pasal 2 UU PPh s.t.d.t.d UU HPP dan Peraturan Menteri Keuangan No. 18/PMK.03/2021. Berdasarkan kedua beleid tersebut, berikut perincian subjek pajak dalam negeri.
Orang Pribadi
Orang pribadi yang menjadi SPDN bisa merupakan warga negara indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA). Adapun orang pribadi dianggap sebagai SPDN apabila memenuhi di antara 3 kriteria berikut:
- Bertempat Tinggal di Indonesia
Orang pribadi dianggap bertempat tinggal di Indonesia apabila orang pribadi tersebut:
a. bermukim di suatu tempat di Indonesia yang dikuasai atau dapat digunakan setiap saat; dimiliki, disewa, atau tersedia untuk digunakan; dan bukan sebagai tempat persinggahan oleh orang pribadi tersebut;
b. memiliki pusat kegiatan utama di Indonesia yang digunakan oleh orang pribadi sebagai pusat kegiatan atau urusan pribadi, sosial, ekonomi, dan/atau keuangan di Indonesia; atau
c. menjalankan kebiasaan atau kegiatan sehari-hari di Indonesia, antara lain aktivitas yang menjadi kegemaran atau hobi.
Pada 2011, DJP sempat menerbitkan Perdirjen Pajak No. PER-43/PJ/2011 yang di antaranya mengatur tentang penentuan SPDN. Beleid tersebut menguraikan lebih lanjut kriteria yang menjadi penentu orang pribadi dianggap sebagai SPDN.
Berdasarkan beleid tersebut, orang pribadi dianggap mempunyai tempat berdiam (permanent dwelling place) di Indonesia apabila mempunyai tempat di Indonesia yang dipakai untuk kediaman, yang bersifat tidak sementara dan bukan sebagai persinggahan.
Selanjutnya, orang pribadi dianggap mempunyai tempat melakukan kegiatan sehari-hari atau menjalankan kebiasaannya (ordinary course of life) di Indonesia apabila mempunyai tempat di Indonesia yang digunakan untuk melakukan kegiatan sehari-hari.
Kegiatan sehari-hari tersebut terkait dengan urusan ekonomi, keuangan, atau sosial pribadinya, antara lain turut serta dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat, turut serta dalam kegiatan, keanggotaan, atau kepengurusan suatu organisasi, kelompok, atau perkumpulan di Indonesia.
Kemudian, orang pribadi dianggap mempunyai tempat menjalankan kebiasaan (place of habitual abode) di Indonesia apabila mempunyai tempat di Indonesia yang digunakan untuk melakukan kebiasaan atau kegiatan, baik yang bersifat rutin, sering atau pun tidak, antara lain melakukan aktivitas yang menjadi kegemaran atau hobi.
- Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan
Jangka waktu 183 hari tersebut ditentukan dengan menghitung lamanya subjek pajak orang pribadi berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 bulan. Jangka waktu 12 bulan tersebut bisa secara terus menerus atau terputus-putus dengan bagian dari hari dihitung penuh sebagai 1 hari.
Keberadaan orang pribadi di Indonesia lebih dari 183 hari tidaklah harus berturut-turut, tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 bulan sejak kedatangannya di Indonesia.
- Dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia
Subjek pajak orang pribadi dianggap mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia dapat dibuktikan dengan dokumen berupa:
a) Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP);
b) Visa Tinggal Terbatas (VITAS) dengan masa berlaku lebih dari 183 hari;
c) Izin Tinggal Terbatas (ITAS) dengan masa berlaku lebih dari 183 hari;
d) kontrak atau perjanjian untuk melakukan pekerjaan, usaha, atau kegiatan yang dilakukan di Indonesia selama lebih dari 183 hari; atau
e) dokumen lain yang dapat menunjukkan niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, seperti kontrak sewa tempat tinggal lebih dari 183 hari atau dokumen yang menunjukkan pemindahan anggota keluarga.
Pada prinsipnya orang pribadi yang menjadi subjek pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasuk dalam pengertian orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Niat seseorang untuk bertempat tinggal di Indonesia ditimbang menurut keadaan.
Badan atau Perusahaan
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, pengertian badan adalah:
“Sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.”
Badan yang dianggap sebagai SPDN adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Namun, unit tertentu dari badan pemerintah dikecualikan sebagai SPDN apabila memenuhi 4 kriteria.
Pertama, pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang‐undangan. Kedua, pembiayaannya bersumber dari APBN atau APBD.
Ketiga, penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Keempat, pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.
Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.