ETIKA dapat diartikan sebagai sekumpulan kaidah moral positif yang telah dipilah sebagai nilai-nilai yang benar. Selain ‘etika umum’ yang hidup di tengah masyarakat, ada pula ‘etika khusus’ yang dibangun di kalangan profesional atau kerap dirujuk sebagai etika profesi (Putro, 2023).
Etika profesi tersebut umumnya dirumuskan dalam suatu kode etik. Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia, kode etik adalah norma dan asas yang diterima oleh kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku.
Pada dasarnya, kode etik profesi berfungsi sebagai alat untuk mengatur apa yang benar dan tidak benar bagi profesional yang menjadi anggota sebuah organisasi profesi. Setiap profesi memiliki kode etiknya masing-masing, termasuk konsultan pajak. Nah, kelas pajak DDTCNews kali ini akan membahas perihal kode etik konsultan pajak.
Dasar Ketentuan Kode Etik Konsultan Pajak
Mengacu Pasal 259 ayat (1) Undang-Undang No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), konsultan pajak termasuk ke dalam profesi penunjang sektor keuangan. Sebagai salah satu profesi di sektor keuangan, ketentuan mengenai konsultan pajak bersinggungan juga dengan UU PPSK.
UU PPSK di antaranya mewajibkan setiap pelaku profesi sektor keuangan menaati kode etik yang ditetapkan oleh asosiasi profesi masing-masing sepanjang tidak bertentangan dengan UU PPSK. Kewajiban ini termaktub dalam Pasal 258 UU PPSK.
Adapun ada 4 asosiasi profesi konsultan pajak di Indonesia, yaitu: (i) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI); (ii) Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia (AKP2I); (iii) Perkumpulan Konsultan Praktisi Perpajakan Indonesia (Perkoppi); dan (iv) Perkumpulan Praktisi dan Profesi Konsultan Pajak Indonesia (P3KPI).
Sebagai asosiasi profesi, asosiasi konsultan pajak tersebut menjadi salah satu pihak yang menjamin standar kompetensi dan kode etik konsultan pajak. Hal ini selaras dengan tugas asosiasi profesi yang diatur Pasal 257 ayat (2) UU PPSK.
Pasal tersebut di antaranya mengharuskan organisasi profesi untuk: (i) mengoordinasikan dan menetapkan penyusunan standar profesi dan kode etik; (ii) membentuk komite penegakan etika profesi; dan (iii) menerapkan penegakan disiplin anggota terhadap etika profesi.
Selaras dengan ketentuan itu, Pasal 19 PMK 111/2014 s.t.d.d PMK 175/2022 tentang Konsultan Pajak juga mengharuskan asosiasi konsultan pajak untuk memiliki kode etik dan standar profesi konsultan pajak.
Dengan demikian, ketentuan kode etik konsultan pajak sebenarnya mengacu pada kode etik yang ditetapkan oleh masing-masing asosiasi konsultan pajak. Meski ditetapkan masing-masing, secara umum, kode etik tersebut mengacu pada PMK 111/2014 s.t.d.d PMK 175/2022.
Untuk itu, pembahasan mengenai kode etik konsultan pajak di antaranya dapat merujuk pada ketentuan dalam PMK 111/2014 s.t.d.d PMK 175/2022. Selain itu, pembahasan kode etik konsultan pajak bisa merujuk pada Perdirjen Pajak No. PER-13/PJ/2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Ketentuan Konsultan Pajak.
Sebelum membahas lebih jauh perihal kode etik konsultan pajak, kita perlu memahami terlebih dahulu persyaratan untuk menjadi konsultan pajak. Hal ini diperlukan mengingat terdapat sederet syarat yang ditetapkan bagi pihak yang ingin menjadi konsultan pajak.
Syarat Umum untuk Menjadi Konsultan Pajak
Pasal 1 ayat 1 PMK 111/2014 s.t.d.d PMK 175/2022 mendefinisikan konsultan pajak sebagai orang yang memberikan jasa konsultasi perpajakan kepada wajib pajak dalam rangka melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Berdasarkan pengertian tersebut, konsultan pajak menjadi agen yang membantu wajib pajak dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya. Selain peran tersebut, konsultan pajak juga mengemban peran sebagai perantara pajak (tax intermediary) antara wajib pajak dan otoritas pajak. Simak Peran Konsultan Pajak
Sebagai wakil wajib pajak dan tax intermediary, Kementerian Keuangan telah mengatur 7 syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang ingin menjadi konsultan pajak. Persyaratan tersebut tercantum dalam Pasal 2 PMK 111/2014 s.t.d.d PMK 175/2022, yaitu:
Syarat Menjadi Konsultan Pajak bagi Mantan Pegawai DJP
Selain ketujuh syarat tersebut, ada syarat tambahan yang harus dipenuhi apabila orang yang akan menjadi konsultan pajak merupakan mantan pegawai Ditjen Pajak (DJP). Mantan pegawai dalam konteks ini berarti orang yang pernah mengabdikan diri sebagai pegawai DJP dan mengundurkan diri sebagai pegawai negeri sipil (PNS) sebelum mencapai batas usia pensiun.
Merujuk Pasal 2 ayat (2) PMK 111/2014 s.t.d.d PMK 175/2022, mantan pegawai DJP yang ingin menjadi konsultan pajak juga harus memenuhi 2 syarat berikut:
Syarat Menjadi Konsultan Pajak bagi Pensiunan DJP
Kementerian Keuangan juga mengatur syarat tambahan yang harus dipenuhi bagi pensiunan pegawai DJP yang ingin menjadi konsultan pajak. Mengacu Pasal 2 ayat (3) PMK 111/2014 s.t.d.d PMK 175/2022, pensiunan pegawai DJP harus memenuhi persyaratan umum dan 4 syarat tambahan berikut: