KELAS PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK (4)

Penyebab Terbitnya Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

Nora Galuh Candra Asmarani
Senin, 02 Juni 2025 | 19.00 WIB
Penyebab Terbitnya Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

SELAIN 'kurang' atau 'lebih bayar', rangkaian proses pemeriksaan juga dapat berujung pada terbitnya surat ketetapan pajak nihil (SKPN). Adapun SKPN adalah SKP yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

Ketentuan mengenai SPKN di antaranya tercantum dalam Pasal 17A ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Berdasarkan pasal tersebut, SKPN diterbitkan untuk:

  1. Pajak Penghasilan (PPh), apabila jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang terutang atau pajak yang tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
  2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) apabila jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang, dan tidak ada kredit pajak. Apabila terdapat pajak yang dipungut oleh pemungut PPN, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan mengurangkan jumlah pajak keluaran dengan pajak yang dipungut oleh pemungut PPN tersebut; atau
  3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak.

Perincian tata cara penerbitan SKPN diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 80 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak (PMK 80/2023). Berdasarkan PMK 80/2023, penerbitan SKPN merupakan wewenang direktur jenderal (dirjen) pajak.

Adapun dirjen pajak dapat menerbitkan SKPN dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak. Kendati demikian, dirjen pajak dapat melimpahkan kewenangan penerbitan SKPN dalam bentuk delegasi kepada pejabat di lingkungan DJP.

PMK 80/2023 juga menegaskan DJP menerbitkan SKPN setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam hal:

  1. jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang; atau
  2. pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.

Dengan demikian, tidak ada kekurangan pajak yang perlu dibayar atau kelebihan pembayaran pajak bagi wajib pajak yang bersangkutan alias nihil. Kendati nihil, wajib pajak tetap perlu cermat dalam mengamati penghitungan pajak yang dituangkan pada SKPN.

Sebab, apabila wajib pajak tidak sependapat dengan materi atau isi yang dituangkan dalam SKPN maka bisa mengajukan keberatan. Maksud materi dan isi tersebut seperti jumlah rugi, jumlah besarnya pajak, dan pemotongan atau pemungutan pajak.

Selain itu, seperti halnya SKP lain, wajib pajak juga bisa mengajukan permohonan pembetulan atau pembatalan SKPN. Permohonan pembetulan SKPN dapat diajukan apabila ada  kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

Namun, sifat kesalahan atau kekeliruan yang diajukan pembetulan tersebut tidak mengandung persengketaan antara fiskus dan wajib pajak. Adapun pembetulan SKPN juga bisa dilaksanakan secara jabatan.

Sementara itu, wajib pajak juga dapat mengajukan pembatalan apabila SKPN tersebut terbit dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan (SPHP) atau tanpa dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan wajib pajak.

Namun, dalam hal wajib pajak tidak hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, permohonan pembatalan SKPKB wajib pajak tidak dapat dipertimbangkan. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.