DALAM beberapa tahun terakhir, berbagai kalangan menunjukkan minatnya dalam mempelajari respons penerimaan pajak terhadap ekonomi atau yang dikenal dengan istilah buoyansi pajak (tax buoyancy). Terutama saat krisis ekonomi, hal tersebut dirasa cukup krusial untuk memonitor maupun memprediksi keuangan negara.
Dengan adanya pengetahuan akan pengaruh kondisi ekonomi terhadap penerimaan pajak diharapkan dapat membantu mengimplementasikan kebijakan-kebijakan stabilisator dalam merespons pergerakan siklus ekonomi yang berujung pada ketahanan keuangan negara.
Jurnal yang berjudul ‘Tax Buoyancy in OECD Countries: New Empirical Evidence’ ini menganalisis 35 negara-negara yang tergabung dalam Organisation of Economic Co-operation and Development (OECD). Analisis melalui studi empiris dalam periode 1995-2016 untuk mengestimasi tax buoyancy jangka pendek maupun jangka panjang.
Kerangka makroekonomi yang digunakan antara lain kebijakan fiskal, anggaran, serta variabel-variabel politik yang berpotensi memengaruhi bagaimana penerimaan pajak bereaksi terhadap fluktuasi produk domestik bruto (PDB). Dalam studi ini disebutkan bahwa besaran variabel penerimaan pajak dan siklus bisnis saling memengaruhi (endogeneity).
Dipilihnya negara-negara OECD yang cenderung memiliki sistem institusi dan struktur ekonomi serupa dikhawatirkan akan memunculkan estimasi yang bias. Untuk itu, hal ini diantisipasi penulis dengan mengadopsi Dynamic Common Effects Estimator (DCEE) untuk mengoreksi bias pada sampel time-series yang memiliki ukuran kecil.
Penulis berpendapat bahwa buoyansi pajak lebih baik untuk dipakai sebagai variabel utama dibandingkan dengan elastisitas pajak. Dengan dipakainya variabel tersebut, diharapkan studi ini dapat menangkap respons dari karakteristik struktural serta kebijakan fiskal pemerintah terhadap dinamika PDB.
Penulis menemukan bahwa terdapat respons penerimaan pajak terhadap PDB yang lebih kecil dalam jangka pendek maupun jangka panjang dibandingkan dengan studi antarnegara sebelumnya. Respons yang lebih kecil ini (dengan nilai buoyansi pajak di bawah 1) menyiratkan adanya penurunan pergerakan korektif penerimaan pajak dalam jangka pendek maupun ketahanan fiskal dalam jangka panjang.
Kesimpulan utama yang didapat adalah perubahan institusional serta resesi dapat mengurangi kekuatan penerimaan pajak dalam melakukan koreksi otomatis atau kemampuan untuk mengimbangi pertumbuhan PDB dengan sendirinya. Dengan demikian, kebijakan fiskal perlu diimplementasikan untuk konvergensi jangka panjang.
Secara garis besar, studi ini membahas volatilitas yang mungkin terjadi pada jangka pendek, khususnya untuk PPh badan, dengan ukuran koefisien buoyansi pajak jangka panjang yang cukup stabil dan berada di bawah 1 di semua metode perhitungan yang dipakai.
Hasil temuan yang diperoleh menyiratkan bahwa ketahanan sistem pajak tidak begitu kuat lagi sehingga intervensi pemerintah sangatlah diperlukan untuk menjamin adanya konvergensi tersebut.
Walaupun penulis menekankan bahwa hasil studi tersebut berbeda dengan studi sebelumnya, hasil ini tentu dapat menawarkan perspektif yang berbeda. Hal ini memberikan ruang bagi dunia penelitian untuk mengkaji pendekatan studi ini lebih dalam. Jurnal ini layak dibaca oleh berbagai kalangan yang ingin mempelajari kelenturan penerimaan pajak terhadap dinamika ekonomi.*