Ilustrasi. (DDTCNews)
MATARAM, DDTCNews—Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menilai pelaku usaha saat ini masih membutuhkan insentif pembebasan pajak daerah demi memulihkan usahanya yang tertekan akibat pandemi virus Corona.
Ketua Kehormatan PHRI Nusa Tenggara Barat I Gusti Lanang Patra mengatakan pelaku usaha masih membutuhkan insentif pajak daerah untuk memulihkan usaha. Menurutnya, kembali aktifnya penarikan pajak akan berdampak buruk untuk pengusaha.
"Pelaku usaha memang sudah menerima surat terkait dengan kembali diberlakukannya penarikan pajak oleh Pemkot Mataram," katanya, Senin (21/9/2020).
Untuk diketahui, periode pembebasan pungutan pajak daerah seperti pajak hotel, pajak restoran, pajak parkir hingga pajak hiburan berakhir bulan ini. Jika tidak ada aral melintang, Pemkot Mataram mulai mengaktifkan kembali penagihan pajak daerah ke lokasi usaha bulan depan.
I Gusti menyebutkan pelaku usaha hotel, restoran dan parkir di Kota Mataram sudah diwajibkan untuk menyetor pajak daerah mulai bulan depan. Namun, sambungnya, kebijakan pemkot ini seperti setengah pemaksaan bagi pelaku usaha.
Dia tidak menampik kegiatan hotel, restoran dan parkir sudah mulai berjalan. Meski begitu, kegiatan usaha belum bisa dilakukan secara normal dan belum semua hotel dan restoran membuka usahanya.
Kegiatan bisnis juga belum melibatkan seluruh karyawan. Kondisi pariwisata di NTB belum sepenuhnya normal sehingga dukungan fiskal daerah dengan kebijakan pembebasan pajak masih diperlukan dunia usaha.
"Jadi saya kita belum saatnya pajak usaha hotel dan restoran ini kembali ditagih. Kalau tetap ditagih, mereka tidak mempunyai kemampuan. Kami bukan mau tutup mata, tetapi memang faktanya semua sepi," tuturnya.
I Gusti menambahkan pemkot tidak bisa mendorong seluruh hotel dan restoran untuk mulai menyetorkan pajak. Pasalnya, dari total pelaku usaha hotel dan restoran di Mataram, hanya sekitar 10% hingga 20% pelaku usaha yang sudah aktif.
"Hotel yang aktif itu tidak lebih dari 20%. Belum lagi mereka harus membayar bunga bank dan menanggung karyawan. Seharusnya ini diberikan subsidi modal dan lainnya, tapi malah ditagih pajak," ujarnya seperti dilansir radarlombok.co.id. (rig)