Ilustrasi. Sejumlah pengendara motor dan mobil melintasi Jembatan Kapuas di Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa (13/9/2022). ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/aww.
JAKARTA, DDTCNews – Nilai pajak kendaraan bermotor yang tidak terlalu tinggi diproyeksi akan meningkatkan kepatuhan pembayaran.
Berdasarkan pada hasil survei bersamaan dengan debat DDTCNews periode 1—20 September 2022, sebanyak 23% responden sangat setuju dan 60% responden setuju biaya pajak kendaraan bermotor (PKB) yang tidak terlalu tinggi akan meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam pembayaran.
Dari 65 pengisi survei, hanya sebanyak 8% peserta yang menyatakan kurang setuju dengan korelasi beban PKB dengan kepatuhan masyarakat dalam pembayaran pajak tersebut. Sebanyak 9% menyatakan tidak setuju.
Sejalan dengan hal tersebut, masih berdasarkan pada hasil survei, biaya PKB menjadi salah satu alasan sebagian masyarakat tidak melakukan registrasi ulang Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) yang mati selama 2 tahun. Simak pula ‘Tarif Baru Pajak Kendaraan Bermotor yang Diatur dalam UU HKPD’.
Alasan lainnya adalah pengurusan administrasi yang tidak mudah. Beberapa responden survei juga berpendapat masyarakat tidak mempunyai waktu luang untuk mengurus registrasi ulang STNK. Beberapa responden juga berpendapat masyarakat tidak memahami proses administrasinya.
Aufar Rino berpendapat banyak faktor yang mengakibatkan masyarakat memiliki tunggakan PKB. Salah satu faktornya adalah kondisi perekonomian yang melemah. Oleh karena itu, dia tidak setuju jika masyarakat langsung mendapat sanksi penghapusan data STNK.
“Apalagi, masyarakat menengah ke bawah masih menjadikan kendaraan bermotor sebagai alat transportasi dan penunjang mata pencaharian nomor satu,” katanya.
Hal senada diungkapkan Yung Adamsyah. Menurutnya, masyarakat belum memiliki uang untuk membayar tunggakan pajak. Terlebih, saat ini, terdapat kenaikan harga sejumlah barang kebutuhan pokok sehingga berdampak pada kemampuan bayar masyarakat.
“Jika masyarakat belum mampu bayar pajak kendaraan, dikasih keringanan bayar pajak dan dikasih pemutihan pajak terlebih dahulu,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, sesuai dengan hasil survei, sebanyak 51% peserta tidak setuju dengan implementasi penghapusan data STNK. Sisanya, sebanyak 32 peserta atau 49% menyatakan setuju. Simak ‘Soal Hapus Data STNK Mati 2 Tahun, Pendapat Peserta Hampir Seimbang’.
Di sisi lain, sebanyak 11% peserta sangat setuju dan 42% peserta setuju kebijakan itu dapat meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam pembayaran pajak. Simak ‘Efek Penghapusan Data STNK ke Kepatuhan Pajak, Begini Hasil Surveinya’.
Sebanyak 52% responden berpendapat implementasi aturan penghapusan data STNK dan potensi penyitaan kendaraan bermotor—karena dianggap bodong—selaras dengan upaya optimalisasi penerimaan daerah.
Agustiana Ayu Susanti setuju dengan adanya penyitaan kendaraan bermotor jika masyarakat tidak taat secara administrasi. Namun, menurutnya, identitas yang dihapus sebaiknya bisa diaktifkan kembali jika pemilik kendaraan dapat menunjukkan bukti kepemilikannya.
Sesuai dengan Pasal 74 ayat (1) UU Nomor 22 Tahun 2009, kendaraan bermotor yang telah diregistrasi dapat dihapus dari daftar registrasi dan identifikasi. Dasar penghapusannya adalah permintaan pemilik atau pertimbangan pejabat yang berwenang.
Penghapusan registrasi dan identifikasi dapat dilakukan jika kendaraan bermotor rusak berat, sehingga tidak dapat dioperasikan. Penghapusan juga dilakukan jika pemilik kendaraan bermotor tidak melakukan registrasi ulang sekurang-kurangnya 2 tahun setelah habis masa berlaku STNK.
Registrasi ulang tersebut dibuktikan dengan adanya pembayaran pajak kendaraan bermotor. Sesuai dengan Pasal 74 ayat (3), kendaraan bermotor yang telah dihapus dari daftar registrasi dan identifikasi tidak dapat diregistrasikan kembali. (kaw)