Ilustrasi. Warga mengendarai motor melintasi terowongan jembatan Cirahong di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jumat (5/8/2022). ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/rwa.
JAKARTA, DDTCNews – Implementasi ketentuan penghapusan data Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) yang mati dan tidak melakukan registrasi ulang selama 2 tahun dinilai akan meningkatkan kepatuhan pembayaran pajak.
Berdasarkan pada hasil survei bersamaan dengan debat DDTCNews periode 1—20 September 2022, sebanyak 11% peserta sangat setuju dan 42% peserta setuju penghapusan data STNK itu dapat meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam pembayaran pajak.
Kendati demikian, dari 65 peserta pengisi survei, sebanyak 26% peserta kurang setuju dan 21% peserta tidak setuju akan adanya dampak pada peningkatan pembayaran pajak jika ketentuan pada Pasal 74 ayat (1) UU Nomor 22 Tahun 2009 itu diimplementasikan.
Vicky Dewi menyatakan setuju dengan adanya implementasi ketentuan penghapusan data STNK. Namun, dia meminta agar pemerintah membuat peraturan secara jelas. Menurutnya, ketentuan tersebut berpotensi membuat masyarakat lebih taat dalam pembayaran pajak kendaraan.
“Karena adanya sanksi yang tegas,” tulisnya, dikutip pada Senin (10/10/2022).
Namun demikian, menurutnya, ada sisi negatif sebagai risiko yang perlu diantisipasi. Risiko yang dimaksud adalah munculnya oknum yang dapat memanfaatkan celah ketentuan untuk korupsi. Oleh karena itu, perlu diimbangi dengan adanya kemudahan dalam pembayaran PKB.
Berdasarkan pada hasil survei, sebanyak 62% responden berpendapat pemerintah daerah merupakan pihak yang berwenang mengatur penghapusan data STNK dalam kaitannya dengan pajak daerah. Sebanyak 33% berpendapat kewenangan seharusnya ada pada pemerintah pusat.
Masih dalam survei tersebut, sebanyak 8% peserta sangat setuju dan 39% peserta setuju implementasi kebijakan tersebut juga dapat meningkatkan penerimaan daerah atas pajak kendaraan bermotor (PKB). Namun, lebih dari 50% menyatakan tidak setuju dengan adanya korelasi tersebut.
Dian Lestari berpendapat tujuan dari kebijakan tersebut adalah peningkatan kedisiplinan dan kepatuhan masyarakat. Terlebih, berdasarkan pada catatan Korlantas, tunggakan PKB se-Indonesia mencapai Rp100 triliun. Sekitar 50% kendaraan bermotor di Tanah Air masih memiliki tunggakan PKB.
“Banyak juga yang salah kaprah tentang aturan ini, bukan berarti STNK akan dihapus setelah 2 tahun tunggal pajak, tapi 5 tahun mati STNK + 2 tahun tidak bayar pajak baru dihapus,” katanya.
Sementara itu, Rizky Hadi Rachmanto menyatakan tidak setuju dengan rencana pemerintah tersebut. Pemerintah, menurutnya, sebaiknya perlu menentukan dan menyelaraskan tujuan terlebih dahulu. Dia berpendapat rencana penghapusan data ini memiliki tujuan yang tidak sinkron.
“Diketahui bahwa PKB dan BBNKB berkontribusi besar terhadap PAD pemerintah provinsi. Penyitaan ini malah berpotensi untuk mengurangi pendapatan tersebut. Selain itu, penyitaan kendaraan bermotor nantinya juga memunculkan potensi untuk korupsi,” ujar Rizky.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyebut PKB dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) memiliki kontribusi yang besar terhadap pendapatan asli daerah (PAD) pemerintah provinsi. Pada 2021, realisasi PKB dan BBNKB se-Indonesia tercatat mencapai Rp77,91 triliun atau 47,39% dari total PAD.
Menurut Rizky, manajemen aset sitaan pemerintah juga belum sempurna. Penyitaan ini berpotensi menimbulkan penjualan motor secara illegal. Menurutnya, Korlantas, Jasa Raharja, dan pemerintah daerah perlu terlebih dahulu memperbaiki database internal.
Seperti diketahui, sesuai dengan Pasal 74 ayat (1) UU Nomor 22 Tahun 2009, kendaraan bermotor yang telah diregistrasi dapat dihapus dari daftar registrasi dan identifikasi. Dasar penghapusannya adalah permintaan pemilik atau pertimbangan pejabat yang berwenang.
Penghapusan registrasi dan identifikasi dapat dilakukan jika kendaraan bermotor rusak berat, sehingga tidak dapat dioperasikan. Penghapusan juga dilakukan jika pemilik kendaraan bermotor tidak melakukan registrasi ulang sekurang-kurangnya 2 tahun setelah habis masa berlaku STNK.
Registrasi ulang tersebut dibuktikan dengan adanya pembayaran pajak kendaraan bermotor. Sesuai dengan Pasal 74 ayat (3), kendaraan bermotor yang telah dihapus dari daftar registrasi dan identifikasi tidak dapat diregistrasikan kembali. (kaw)