KEBIJAKAN PAJAK

IMF Sarankan Sri Mulyani Tetapkan Tarif Pajak Karbon Lebih Tinggi

Dian Kurniati | Jumat, 15 Oktober 2021 | 15:00 WIB
IMF Sarankan Sri Mulyani Tetapkan Tarif Pajak Karbon Lebih Tinggi

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dalam konferensi pers terkait dengan agenda kebijakan global, Rabu (13/10/2021).

JAKARTA, DDTCNews - International Monetary Fund (IMF) menilai langkah pemerintah Indonesia menerapkan pajak karbon sebagai kebijakan yang tepat untuk memitigasi perubahan iklim.

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan pengenaan pajak karbon di Indonesia akan berkontribusi dalam penurunan emisi global. Namun, ia menyarankan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menaikkan tarif pajak karbon sehingga dampaknya makin besar.

"Harga itu harus naik ke tingkat yang tepat jika ingin menjadi sinyal transformasional yang kuat," katanya dalam konferensi pers terkait dengan agenda kebijakan global, dikutip pada Jumat (15/10/2021).

Baca Juga:
Moody’s Pertahankan Rating Kredit Indonesia, Ini Respons Pemerintah

Georgieva mengapresiasi negara-negara di dunia, terutama Asia, yang telah menerapkan pajak karbon atau carbon pricing. Sebab, Asia merupakan kawasan dengan populasi dan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sehingga produksi emisi karbonnya juga relatif besar.

Dia menyampaikan setidaknya empat rekomendasi untuk mengatasi berbagai persoalan iklim tersebut. Pertama, mendorong pemerintah memberikan insentif yang bisa mendukung transisi ke arah ekonomi rendah karbon.

Menurut Georgieva, carbon pricing bisa menjadi salah satu insentif sehingga sektor ekonomi beralih untuk lebih ramah lingkungan. Adapun Indonesia menjadi salah satu negara yang akan menerapkan pajak karbon dengan mekanisme pajak berdasarkan batas emisi (cap and tax).

Baca Juga:
Inggris Beri Insentif PPN untuk Produk Rumah Tangga yang Disumbangkan

Dia juga mengusulkan harga dasar karbon internasional untuk penghasil pengurangan emisi secara lebih masif. Menurutnya, kesetaraan regulasi memberikan sinyal harga yang sama dan mendorong transformasi ini ke depannya.

Kedua, berinvestasi dalam infrastruktur hijau pada sektor publik. Ketiga, mendorong transisi ke ekonomi rendah karbon. Keempat, melakukan adaptasi agar makin memiliki ketahanan terhadap guncangan pada masa depan akibat perubahan iklim.

Untuk diketahui, UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mengatur ketentuan pajak karbon. Pada tahap awal, pajak karbon bakal diterapkan pada sektor pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara mulai 1 April 2022 dengan mekanisme cap and tax.

Tarif senilai Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) diterapkan pada jumlah emisi yang melebihi cap yang ditetapkan, sejalan dengan pengembangan pasar karbon yang sudah mulai berjalan di sektor PLTU batu bara. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 13:44 WIB KEBIJAKAN EKONOMI

Moody’s Pertahankan Rating Kredit Indonesia, Ini Respons Pemerintah

Jumat, 19 April 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

DPR Minta Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel ke APBN

Jumat, 19 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Penghitungan PPh 21 atas Upah Borongan di atas Rp 2,5 Juta per Hari

Jumat, 19 April 2024 | 10:45 WIB RENCANA KERJA PEMERINTAH 2025

Longgarkan Ruang Fiskal, Defisit APBN 2025 Dirancang 2,45-2,8 Persen

Jumat, 19 April 2024 | 10:30 WIB PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Pemprov Kaltim Atur Ulang Ketentuan Pajak Daerah, Ini Perinciannya

Jumat, 19 April 2024 | 10:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Jelang Deadline, DJP Ingatkan WP Segera Sampaikan SPT Tahunan Badan

Jumat, 19 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara Masuk Draf RKP 2025

Jumat, 19 April 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ada Kebijakan DHE, Airlangga Klaim Nilai Tukar Rupiah Masih Terkendali