AMERIKA SERIKAT

Draf Proposal Pajak Digital Versi PBB Akhirnya Rampung

Muhamad Wildan | Senin, 19 Oktober 2020 | 13:39 WIB
Draf Proposal Pajak Digital Versi PBB Akhirnya Rampung

Ilustrasi. (DDTCNews)

NEW YORK, DDTCNews – Anggota Subcommittee on Taxing the Digital Economy PBB telah menyelesaikan draf proposal pemajakan ekonomi digital yang berbeda dengan proposal yang diusung oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).

PBB mengusung penerapan pemajakan ekonomi digital melalui kesepakatan bilateral antarnegara mitra perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B), bukan melalui konsensus multilateral seperti yang diusung OECD dalam proposal Pillar 1: Unified Approach.

"Proposal PBB mengusung diimplementasikannya hak pemajakan pendapatan kotor yang diterima penerima manfaat tanpa melalui kehadiran fisik pada yurisdiksi pasar," tulis Tax Notes International dalam pemberitaannya, Senin (19/10/2020).

Baca Juga:
Jika Batalkan 2 Pilar OECD, UN Tax Convention Tak Akan Disahkan Eropa

Proposal pasal digital PBB diusulkan hanya berlaku pada penerima manfaat atau beneficial owner dari penghasilan pada kegiatan layanan digital otomatis atau automated digital services (ADS).

Adapun ADS didefinisikan sebagai semua bentuk pembayaran yang diterima dari penyediaan jasa melalui internet tanpa adanya keterlibatan manusia dalam penyediaan layanan tersebut.

Pengenaan pajak digital yang diusung PBB ini sama sekali tidak mensyaratkan kriteria kualitatif dan kuantitatif seperti yang terdapat dalam proposal OECD. Kemampuan menerima penghasilan dari ADS dinilai cukup untuk menjustifikasi pengenaan pajak penghasilan dari ADS.

Baca Juga:
Daftar Tarif Pajak Daerah Terbaru di Solo, Pajak Hiburan Hingga 40%

Proposal PBB juga tidak memerinci besaran tarif yang dikenakan terhadap korporasi digital. Tarif yang dikenakan terhadap korporasi digital multinasional ditetapkan melalui P3B. Meski demikian, proposal PBB mengusulkan pengenaan tarif sebesar 3% hingga 4%.

Selain itu, basis pengenaan pajak pada proposal PBB berlandaskan pada pendapatan kotor. Menurut PBB, hal ini dikarenakan negara berkembang belum memiliki kemampuan administratif yang cukup untuk mengenakan pajak atas net profit.

"Banyak negara berkembang yang memiliki kemampuan administrasi yang terbatas. Oleh karena itu, diperlukan skema perpajakan yang simpel dan efisien untuk mengenakan pajak atas penghasilan yang diperoleh nonresiden," bunyi proposal pajak digital PBB. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN