SE 09/2020

Cara DJP Membuktikan Penanggung Pajak Patut Dicegah ke Luar Negeri

Nora Galuh Candra Asmarani
Minggu, 05 April 2020 | 09.00 WIB
Cara DJP Membuktikan Penanggung Pajak Patut Dicegah ke Luar Negeri

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews—Dirjen Pajak merilis beleid yang menjabarkan tata cara untuk membuktikan penanggung pajak patut untuk dicegah atau dilarang ke luar negeri untuk sementara waktu.

Tata cara itu tertuang dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-09/PJ/2020. Melalui beleid ini, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang hendak mengusulkan pencegahan Penanggung Pajak ke luar negeri wajib melakukan identifikasi dan profiling.

“Dalam rangka mengusulkan gelar perkara ke Kanwil DJP, KPP terlebih dahulu melakukan validasi utang pajak serta identifikasi dan profiling atas Penanggung Pajak yang hasilnya dituangkan dalam ikhtisar Usulan Pencegahan Penanggung Pajak Bepergian ke Luar Negeri,” demikian kutipan angka 3 beleid itu.

Sebelum mengusulkan pencegahan atas penanggung pajak, KPP harus dapat membuktikan penanggung pajak benar-benar merupakan pihak yang patut dimintai pertanggungjawaban atas utang pajak.

Terdapat tiga pihak yang dapat dijadikan sebagai Penanggung Pajak. Pertama, salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat, atau yang mengurus harta peninggalan bagi harta warisan yang belum terbagi.

Kedua, wali bagi anak yang belum dewasa. Ketiga, pengampu bagi orang yang berada dalam pengampuan. KPP harus memastikan pihak yang diidentifikasi dan profiling itu memiliki kedudukan di antara tiga peran tersebut.

Setelah itu, ada empat langkah yang bisa ditempuh KPP untuk membuktikan dan meyakinkan Penanggung Pajak patut dimintai pertanggungjawaban. Pertama, meminta informasi, keterangan dan/atau dokumen kepada pengurus baru maupun lama dari wajib pajak badan.

Kedua, meneliti pihak-pihak yang namanya tercantum dalam akta pendirian dan/atau akta perubahan wajib pajak badan, pengajuan upaya hukum wajib pajak, kepengurusan dalam pelaporan SPT Tahunan dan/atau SPT Masa.

KPP juga harus meneliti juga data terkait dengan kemampuan ekonomis, tingkat pendidikan, serta hubungan hukum dengan pihak-pihak lainnya. Ketiga, melakukan konfirmasi kebenaran data dan/atau dokumen kepada pihak ketiga seperti notaris, aparat penegak hukum, kelurahan dan pihak ketiga lainnya.

Keempat, melakukan pemeriksaan tujuan lain dalam rangka penagihan pajak yang mengacu pada Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-15/PJ/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan. Namun, pihak bersangkutan dapat dicegah jika memenuhi persyaratan kuantitatif dan kualitatif.

Sesuai pasal 29 UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP), pencegahan dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai utang pajak paling sedikit Rp100 juta dan diragukan iktikad baiknya dalam melunasi utang pajak. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.