Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) menegaskan ketentuan dalam PER-16/PJ/2016 masih tetap berlaku.
Contact center DJP, Kring Pajak, mengatakan hingga saat ini belum ada ketentuan yang mencabut atau mengubah PER-16/PJ/2016. Dengan demikian, ketentuan terkait dengan pajak penghasilan (PPh) yang ditanggung pemberi kerja dalam PER-16/PJ/2016 masih berlaku.
“Hingga saat ini tidak/belum ada ketentuan yang mencabut ataupun ketentuan perubahan PER-16. Dengan demikian, saat ini PER-16 (termasuk terkait hal yang dijelaskan di atas) masih berlaku,” tulis Kring Pajak merespons pertanyaan warganet di Twitter, dikutip pada Senin (30/1/2023).
Sesuai dengan Pasal 8 ayat (1) huruf b PER-16/PJ/2016, penerimaan berupa natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan wajib pajak atau pemerintah, kecuali penghasilan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (2), tidak termasuk pengertian yang dipotong PPh Pasal 21.
Adapun sesuai dengan Pasal 5 ayat (2), penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 termasuk pula penerimaan berupa natura dan/atau kenikmatan lainnya dari wajib pajak yang dikenakan PPh bersifat final atau wajib pajak yang dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
Berdasarkan pada ketentuan Pasal 8 ayat (2), PPh yang ditanggung oleh pemberi kerja, termasuk yang ditanggung pemerintah, merupakan penerimaan dalam bentuk kenikmatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (1) huruf b PER-16/PJ/2016.
“PPh yang ditanggung pemberi kerja, termasuk yang ditanggung pemerintah, merupakan penerimaan dalam bentuk kenikmatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b PER-16,” jelas Kring Pajak.
Sebagai informasi kembali, terkait dengan natura dan/atau kenikmatan, Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mengubah perlakuan pajak yang selama ini diatur dalam UU Pajak Penghasilan (PPh).
Sesuai dengan amanat UU HPP, ketentuan PPh atas natura dan/atau kenikmatan itu mulai berlaku pada tahun pajak 2022. Namun, pemerintah baru mengundangkan aturan turunan berupa PP 55/2022 pada 20 Desember 2022.
Saat ini, pemerintah juga masih menyusun ketentuan teknis lanjutan dalam peraturan menteri keuangan (PMK). DDTC Fiscal Research & Advisory (FRA) merilis artikel analisis berseri dengan topik Mendesain Pajak Natura dan Kenikmatan. Simak di sini. (kaw)