ROUND UP HARI PAJAK

Memahami Lagi Pentingnya Pendidikan Pajak

Ringkang Gumiwang
Kamis, 14 Juli 2022 | 09.15 WIB
Memahami Lagi Pentingnya Pendidikan Pajak

JEPANG merupakan salah satu negara yang sangat berkomitmen dalam mendidik masyarakat untuk patuh membayar pajak. Pendidikan pajak bahkan sudah diajarkan sejak usia dini, tepatnya ketika sekolah dasar (SD) kelas 3.

Dasar-Dasar Kegunaan Pajak menjadi mata pelajaran yang diajarkan kepada siswa-siswa SD. Dalam praktiknya, para siswa menonton video yang mendorong mereka untuk berpikir apa yang akan terjadi apabila tidak ada pajak.

“Ada juga lomba membuat kartu pos bergambar tentang pajak. Jadi anak-anak harus mengetahui manfaat pajak dan menggambarnya. Anak saya juga berpartisipasi,” kata Kosugi Naofumi, profesor dari National Tax College Jepang dalam sebuah seminar.

Selesai dari SD, pendidikan pajak juga diajarkan kepada siswa SMP. Pada jenjang pendidikan ini, siswa diajarkan untuk memahami pentingnya pajak. Diskusi kelompok juga mulai diadakan untuk memikirkan kondisi anggaran negara dan persoalan Jepang terkini lainnya.

Pada jenjang pendidikan SMA, siswa akan mempelajari pajak secara komprehensif. Mereka juga sudah diperkenalkan dengan SPT. Tak berhenti di sana, pendidikan pajak juga terus diberikan kepada mahasiswa, pekerja, dan seluruh lapisan masyarakat lainnya.

Hasilnya pun cukup memuaskan. Berdasarkan catatan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), rasio pajak (tax ratio) Jepang cukup tinggi, yaitu sekitar 31%. Angka tersebut nyaris 3 kali lipat lebih besar ketimbang rasio pajak Indonesia sebesar 11,6%.

Kerja bersama
PEMERINTAH sesungguhnya tak tinggal diam. Dalam beberapa tahun terakhir, Ditjen Pajak (DJP) melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan edukasi dan literasi perpajakan di antaranya melalui lomba penulisan artikel, Scientax, pajak bertutur, dan relawan pajak.

DJP juga gencar memberikan edukasi pajak kepada masyarakat melalui media sosial dan saluran-saluran digital lainnya seperti edukasi.pajak.goid. Ini juga sejalan dengan kondisi masyarakat Indonesia yang makin melek internet.

Edukasi pajak untuk tiap jenjang pendidikan seperti halnya di Jepang, mulai dari SD hingga kampus, juga sudah dilakukan. Otoritas pajak bahkan sudah memiliki peta jalan (road map) dalam program inklusi kesadaran pajak sampai dengan 2060.

Dalam meningkatkan literasi perpajakan, DJP juga menggandeng para pemangku kepentingan lainnya seperti akademisi, pelaku usaha, hingga asosiasi. Hal ini diperlukan agar akses pendidikan pajak dapat lebih luas lagi menyasar seluruh lapisan masyarakat.

Salah satu mitra strategis DJP dalam mendorong literasi perpajakan di Indonesia adalah Asosiasi Tax Center Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia (Atpetsi). Dukungan tax center dinilai sangat berarti di tengah keterbatasan sumber daya di lingkungan DJP.

"Tax center mampu memberikan dampak yang luar biasa. Tentunya [kolaborasi] dengan tax center menjadi salah satu strategi utama bagi kita," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor.

Pada 2021, DJP mencatat terdapat 43 tax center baru yang dibentuk. Penambahan tersebut membuat jumlah tax center di Indonesia mencapai 330 unit. DJP berharap tax center dapat makin berperan aktif dalam memberikan edukasi pajak, khusus kepada wajib pajak UMKM.

Administrasi perpajakan memang masih menjadi tantangan terbesar bagi UMKM untuk bisa naik level, dari sektor informal menjadi formal. Menurut pemerintah, literasi perpajakan pelaku UMKM perlu ditingkatkan agar mampu menjalankan pencatatan dan pembukuan secara formal.

Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM Eddy Satriya menuturkan belum banyak pelaku UMKM yang sadar melakukan pencatatan dan pembukuan sebagai aspek penting untuk meningkatkan usaha.

"Literasi perpajakan masih kurang. UMKM yang melakukan pencatatan digital masih kurang. Yang manual saja bahkan tidak dicatat," ujarnya.

Eddy menuturkan digitalisasi UMKM menjadi kegiatan strategis untuk membuat UMKM naik kelas dari usaha informal menjadi formal. Agenda tersebut mencakup banyak aspek termasuk pemenuhan perpajakan UMKM berbasis digital.

Dia menilai potensi penerimaan pajak dari UMKM sebetulnya sangat besar mengingat kontribusi ekonominya mencapai 60% terhadap PDB. Namun, nominal setoran pajak UMKM saat ini masih minim lantaran rendahnya kesadaran pajak dan kesadaran untuk mencatat serta membukukan kegiatan usaha.

Untuk itu, sambung Eddy, urusan perpajakan dan pembukuan UMKM perlu intens dilakukan pendampingan. Menurutnya, pelaku UMKM yang mendapatkan pendampingan dapat lebih patuh dalam pemenuhan kewajiban perpajakan.

Sementara itu, Sekjen Asosiasi UMKM Indonesia Edy Misero mengatakan edukasi pajak terhadap pembayar pajak, terutama UMKM, haruslah berkelanjutan. Sebab, menyadarkan pelaku UMKM mengenai pentingnya patuh pajak tidak bisa instan.

“Edukasi pajak harus berkelanjutan, bukan sesekali. Perlu juga pendekatan yang tepat kepada wajib pajak sehingga mereka dapat melaksanakan kewajiban pajaknya dengan sukarela dan penuh tanggung jawab,” tuturnya.

Tak hanya itu, Edy juga menekankan pentingnya pajak yang dikumpulkan dapat memberikan manfaat kepada UMKM. Alhasil, UMKM juga dapat memahami apabila pengumpulan pajak terkendala bakal berdampak terhadap pelayanan publik yang diberikan.

Bukan sekadar penerimaan
DALAM laporan berjudul Building a Tax Culture, Compliance, and Citizenship: A Global Source Book on Taxpayer Education, OECD menyebut edukasi yang baik tidak hanya berdampak positif bagi penerimaan negara, tetapi juga bermanfaat bagi wajib pajak dan otoritas pajak itu sendiri.

Wajib pajak yang memiliki pendidikan atau literasi pajak yang baik dapat menghindari keterlambatan pembayaran pajak atau kesalahan-kesalahan lain yang menimbulkan pengenaan sanksi atau denda dari otoritas pajak.

Secara jangka panjang, kepatuhan pajak akan turut meningkat. Literasi pajak yang kuat juga akan memangkas waktu yang diperlukan wajib pajak dalam menghitung dan melaporkan pajaknya. Alhasil, isu pajak tidak lagi menjadi sesuatu yang ditakutkan oleh wajib pajak.

Bagi otoritas pajak, wajib pajak yang memiliki literasi pajak yang kuat cenderung dapat menghindari kesalahan dalam menunaikan kewajiban perpajakannya. Alhasil, otoritas pajak dapat memprioritaskan sumber daya untuk menyelesaikan masalah yang lebih besar, seperti pengelakan pajak.

Pentingnya edukasi pajak juga ditekankan kembali oleh Partner of Fiscal Research and Advisory (FRA) DDTC Bawono Kristiaji. Menurutnya, mengatakan edukasi pajak merupakan langkah awal untuk menciptakan sistem pajak yang ideal.

Dia menilai desain kebijakan dan administrasi pajak yang baik tidak dapat diimplementasikan secara optimal jika masyarakat kurang melek pajak. Oleh karena itu, lanjutnya, mau tidak mau edukasi pajak harus dikedepankan.

Berdasarkan pada pendapat Richard Murphy, sambung Bawono, pembahasan tentang pembentukan sistem pajak yang ideal kerap terjebak pada ranah kebijakan dan administrasi. Padahal, edukasi pajak semestinya didahulukan.

Dia menuturkan edukasi pajak juga perlu disokong keberadaan lembaga, seperti kampus, yang berfokus untuk mencetak SDM ahli pajak. Selain itu, kurikulum pembelajaran perlu didesain secara tepat agar dapat mengakomodasi ilmu pajak yang multidisiplin.

“Jangan bicara dahulu tentang kebijakan dan administrasi pajak sebelum edukasi. Di sisi lain, perlu ada lembaga yang concern mencetak SDM ahli pajak di kemudian hari. Kalau perlu, kita merombak kurikulum karena pajak multidisplin ilmu,” tuturnya. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.