Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) kembali menyinggung rencana integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang diatur dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Melalui akun media sosialnya, DJP mengingatkan bahwa pemanfaatan NIK sebagai NPWP tidak lantas membuat semua pemegang KTP wajib membayar pajak.
"Keluarga miskin justru mendapat bantuan pemerintah. Mereka tidak membayar pajak, walaupun memiliki NIK," tulis akun Kemenkeu RI yang diunggah ulang DJP, Selasa (21/12/2021).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun sempat menegaskan integrasi NIK dan NPWP bertujuan memudahkan proses administrasi perpajakan.
"NIK memang akan identik dengan NPWP, tetapi kewajiban pajak tergantung dengan kemampuan," katanya.
Sri Mulyani menuturkan integrasi KTP dan NPWP menjadi bentuk transformasi dan reformasi administrasi perpajakan. Meski demikian, hanya wajib pajak dengan pendapatan di atas threshold penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang harus membayar pajak.
Melalui UU HPP, pemerintah tidak mengubah ketentuan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) senilai Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan. Pada wajib pajak orang pribadi memiliki istri yang bekerja dan penghasilannya digabungkan dengan suami, terdapat tambahan PTKP sejumlah Rp54 juta per tahun.
Menkeu menjelaskan ketentuan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi juga diubah melalui UU HPP. Pada beleid tersebut, lapisan penghasilan kena pajak sebesar Rp0 hingga Rp60 juta dikenai tarif PPh sebesar 5%.
Pada ketentuan sebelumnya, tarif PPh sebesar 5% dikenakan atas lapisan penghasilan kena pajak sebesar Rp0 hingga Rp50 juta.
Menurutnya, perubahan lapisan penghasilan kena pajak PPh orang pribadi tersebut untuk menciptakan pengenaan pajak yang lebih berkeadilan. (sap)