UU HPP

Pajak Minimum dan GAAR Batal, Menkumham: Demi Jaga Iklim Investasi

Muhamad Wildan
Jumat, 08 Oktober 2021 | 09.30 WIB
Pajak Minimum dan GAAR Batal, Menkumham: Demi Jaga Iklim Investasi

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (21/9/2021). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.
 

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mengakomodasi rekomendasi DPR yang meminta aturan pajak penghasilan minimum atau alternative minimum tax (AMT) dan general anti avoidance rule (GAAR) tidak dimasukkan ke dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan ketentuan terkait dengan AMT dan GAAR batal dicantumkan pada UU HPP. Hal ini dilakukan demi menjaga keberlangsungan usaha dan menjaga kondusifitas iklim investasi.

"Namun, pemerintah tetap akan melakukan langkah-langkah sesuai peraturan yang berlaku dan melalui kerjasama internasional untuk melindungi basis pajak dan kepentingan penerimaan negara dari praktik-praktik penghindaran pajak," katanya, Kamis (7/10/2021).

Yasonna menuturkan UU HPP telah memuat payung hukum baru untuk mengakomodasi kesepakatan internasional yang bertujuan menekan praktik base erosion and profit shifting (BEPS) oleh korporasi multinasional.

Guna menjaga basis pajak, tarif PPh badan yang awalnya diturunkan menjadi 20% pada 2022 juga disepakati tetap sebesar 22% sebagaimana yang berlaku pada tahun lalu dan tahun ini. Langkah ini juga diambil guna menjaga basis pajak dan iklim investasi.

Sebagai catatan, AMT dan GAAR awalnya diusulkan oleh pemerintah pada RUU HPP guna menekan praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak badan.

Melalui GAAR, pemerintah akan berwenang melakukan koreksi yang diindikasi dapat mengurangi, menghindari, atau menunda pembayaran pajak yang bertentangan dengan maksud dan tujuan aturan perundangan-undangan di bidang perpajakan.

Terkait dengan AMT, pemerintah berencana mengenakan tarif pajak minimum sebesar 1% atas omzet wajib pajak badan yang melaporkan rugi secara artifisial. Dalam satu dekade ini, wajib pajak yang melaporkan rugi tercatat meningkat pesat.

Kementerian Keuangan mencatat total wajib pajak yang melaporkan kerugian sejak 2015 hingga 2019 mencapai 9.496 wajib pajak, atau naik 83% dibandingkan dengan periode 2012 hingga 2016 sebanyak 5.199 wajib pajak. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.