Petani memikul Kubis yang baru dipanen melintasi instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) PT Geo Dipa Energi kawasan dataran tinggi Dieng, desa Kepakisan, Batur, Banjarnegara, Jateng, Sabtu (14/8/2021). ANTARA FOTO/Anis Efizudin/hp.
JAKARTA, DDTCNews - Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengatakan desain kebijakan pajak karbon yang diusulkan pemerintah melalui RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) memerlukan administrasi khusus.
Secara umum, ujar Surya, METI mendukung upaya pemerintah menekan emisi karbon melalui kebijakan perpajakan. Namun menurutnya, tujuan pemerintah menekan emisi melalui instrumen pajak perlu dukungan administrasi yang terpisah dari pos penerimaan pajak lainnya.
"Kami dari METI tentu sangat mendukung penerapan pajak karbon ini. Yang lebih penting adalah ada regulasi yang mengatur mekanisme pungutan pajak karbon itu," katanya Rabu (8/9/2021).
Surya menjelaskan aspek pertama yang perlu diperhatikan adalah tingkat ideal beban pajak saat implementasi tahap awal. Menurutnya, tarif pajak senilai Rp75/kg emisi CO2 sudah cukup realistis. Apalagi tarif pajak tersebut relatif lebih rendah dibandingkan ketentuan di negara lain.
Kemudian hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah administrasi pajak karbon. Dia menyampaikan tujuan pajak ini sejatinya untuk menekan emisi yang dilepaskan ke atmosfer. Tambahan penerimaan pajak ke kas negara merupakan implikasi dari penerapan aturan.
Menurutnya, dana hasil setoran pajak karbon harus didedikasikan pada pengembangan sumber energi baru dan terbarukan. Oleh karena itu, administrasi pajak disarankan dibuat terpisah dari pos penerimaan pajak lainnya yang dikelola DJP. Penerimaan pajak karbon, ujarnya, seharusnya dimanfaatkan untuk pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
"Kami mengusulkan agar pajak karbon itu ditampung dalam rekening dana energi terbarukan, bukan masuk dalam rekening kementerian keuangan sehingga bercampur dengan penerimaan lain yang menyulitkan jika akan digunakan untuk pengembangan energi terbarukan," terangnya.
Surya menambahkan rekomendasi pos penerimaan khusus pajak karbon tidak diatur dalam revisi RUU KUP. Dia menyampaikan opsi tersebut bisa masuk dalam pembahasan RUU Energi Terbarukan sehingga menjadi jaminan hasil pungutan pajak benar-benar didedikasikan untuk pengembangan energi terbarukan dan menekan emisi karbon.
"Hal inilah yang kami usulkan dimasukkan dalam RUU Energi terbarukan sebagai salah satu artikel yang perlu ada dalam UU Energi Terbarukan, agar ada sumber dana yang memadai dalam pengembangan energi terbarukan sekaligus memberikan perlakukan yang sama dengan energi tak terbarukan," imbuhnya. (sap)