Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Keamanan data menjadi asalan penutupan 2 aplikasi elektronik mulai Selasa (31/8/2021). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (3/9/2021).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan isu keamanan data menjadi pertimbangan utama ditutupnya aplikasi e-form versi lama dan aplikasi electronic filing identification number (EFIN) pada laman efin.pajak.go.id.
“Penutupan 2 aplikasi, e-form versi lama dan EFIN, disebabkan oleh alasan keamanan,” ujar Neilmaldrin. Simak pula ‘Mulai Sekarang, 2 Aplikasi Elektronik Ini Ditutup DJP’.
Saat ini, sambungnya, DJP sudah memiliki pengganti kedua aplikasi tersebut. Dia menegaskan penutupan 2 aplikasi elektronik tersebut juga sebagai upaya meningkatkan pelayanan dan menjamin keamanan data wajib pajak yang dikelola DJP.
Selain mengenai penutupan 2 aplikasi elektronik, ada pula bahasan mengenai pengaturan ulang subjek dan objek penerima fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN atas impor atau perolehan barang kena pajak (BKP) tertentu yang bersifat strategis.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan isu keamanan data muncul karena perangkat lunak yang digunakan untuk menjalankan kedua aplikasi tersebut versi lama. Hal ini membuka risiko keamanan data yang tersimpan dalam aplikasi tersebut.
"[Penutupan 2 aplikasi elektronik] karena software yang sudah obsolete. Sebagai gantinya, DJP sudah menyediakan aplikasi yang lebih baru dan lebih aman," tuturnya.
Sebagai informasi, DJP telah menyediakan aplikasi baru untuk e-form versi lama yang ditutup. Saat ini, pengisian SPT bisa menggunakan aplikasi e-form pdf tanpa membutuhkan koneksi internet. Koneksi internet hanya dibutuhkan saat melakukan pengiriman (submit) SPT.
Untuk aktivasi EFIN, wajib pajak dapat menyampaikan permohonan melalui surat elektronik (surel) resmi kantor pelayanan pajak (KPP) terdaftar. Kemudian, untuk layanan lupa EFIN, wajib pajak dapat menyampaikannya melalui nomor telepon atau surel resmi KPP atau menghubungi Kring Pajak.
PMK 115/2021 diterbitkan untuk mengatur tata cara pemberian fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN serta pembayaran PPN BKP strategis tertentu. Hal ini ditujukan untuk memberikan kemudahan dalam berusaha dan memberikan kepastian hukum.
Ketentuan tersebut juga merupakan pelaksanaan dari Pasal 6 Peraturan Pemerintah (PP) No. 48/2020 tentang perubahan atas PP No. 81/2015. Salah satu ketentuan yang diatur adalah menambahkan liquefied natural gas (LNG) sebagai objek yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN. Simak ‘Fasilitas Bebas PPN BKP Tertentu Diatur Ulang, Ini Penjelasan DJP’. (DDTCNews/Kontan)
Kepala Subdirektorat Tarif Cukai dan Harga Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Akbar Harfianto mengatakan pemerintah telah mengumpulkan masukan berbagai pemangku kepentingan dalam menentukan kenaikan tarif cukai hasil tembakau atau rokok pada 2022.
"Sekarang sedang dalam pembahasan. Kami sudah public hearing, kementerian teknis, industri, akademisi, pihak lain," katanya.
Akbar mengatakan pemerintah memiliki banyak pertimbangan dalam menetapkan tarif cukai rokok, antara mempertahankan, menaikkan, atau menurunkannya. Pertimbangan tersebut meliputi pertumbuhan ekonomi, inflasi, serta variabel pengendalian konsumsi rokok. (DDTCNews)
DJBC mencatat proyeksi penerimaan dari penambahan barang kena cukai (BKC) baru bisa mencapai Rp13,52 triliun per tahun. Penambahan BKC itu mencakup plastik dan minuman bergula dalam kemasan (MBDK).
“Cukai minuman berpemanis dalam kemasan sudah kami presentasikan pada 2020 saat mengajukan cukai plastik,” kata Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Nirwala Dwi Heryanto. (Bisnis Indonesia)
Pemerintah telah mengusulkan perubahan kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Beberapa usulan pemerintah adalah mengurangi pengecualian PPN dan menerapkan PPN multitarif.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan PPN multitarif diharapkan dapat lebih mewujudkan rasa keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian, golongan masyarakat yang memiliki ability to pay bisa dikenai tarif lebih tinggi. (Kontan)
Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan terkait dengan PPN barang kebutuhan pokok, terdapat tren di berbagai negara untuk mendesain sistem yang lebih adil sekaligus menjamin netralitasnya.
Perlakuan khusus harus terus dievaluasi agar tepat sasaran. Dalam konteks menjamin netralitas, terdapat tren memperluas basis pajak dengan mengurangi pengecualian dan pembebasan PPN, termasuk dalam RUU KUP yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia.
“Artinya barang kebutuhan pokok tetap menjadi objek PPN, tapi diberikan tarif yang lebih rendah. Jadi, apa yang menjadi rencana pemerintah sesungguhnya telah selaras dengan international best practices,” kata Bawono. (Kontan)
DJP menyisir ulang penerima insentif pajak dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2020. Alasannya, pemerintah menengarai ada penyaluran insentif yang diduga tidak tepat sasaran. Otoritas akan meminta pengembalian insentif jika wajib pajak terbukti tidak masuk kriteria penerima bantuan.
“Teman-teman KPP melihat lagi apakah wajib pajak eligible untuk memanfaatkan [insentif] atau tidak. Kalau iya maka mereka akan terus memanfaatkan, kalau tidak maka mereka harus membayar kembali sesuatu yang tidak seharusnya dimanfaatkan," ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo. Simak ‘Ada Insentif Nyasar, Ditjen Pajak Sisir Ulang WP Penerima’. (DDTCNews)
Penatausahaan piutang pajak mulai mengalami perbaikan. Hal ini seiring diterapkannya taxpayer accounting modul revenue accounting system (TPA Modul RAS) sejak Juli 2020 lalu. Penatausahaan piutang pajak menjadi lebih sistematis.
"Satu tahun ini per semester I/2021 sudah menunjukkan adanya perbaikan penatausahaan yang kami rasakan sendiri. Itu jauh berbeda bila kami lakukan dengan sistem lama yang masih semimanual," ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo. (DDTCNews) (kaw)