BERITA PAJAK HARI INI

Atur Ulang Dokumen yang Dipersamakan dengan Faktur Pajak, Ini Kata DJP

Redaksi DDTCNews
Senin, 16 Agustus 2021 | 08.00 WIB
Atur Ulang Dokumen yang Dipersamakan dengan Faktur Pajak, Ini Kata DJP

Ilustrasi. Kantor pusat Ditjen Pajak. 

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) mengatur ulang jenis dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (16/8/2021).

Pengaturan ulang itu dimuat dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-16/PJ/2021. Beleid ini ditetapkan pada 27 Juli 2021. Beleid yang mencabut Peraturan Dirjen Pajak No.PER-13/PJ/2019 tersebut mulai berlaku pada 1 Agustus 2021.

Salah satu pertimbangan terbitnya beleid baru tersebut adalah adanya pengaturan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak dalam beberapa peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

“Dengan adanya aturan ini, DJP berharap dapat mengurangi potensi kesalahan administrasi serta meningkatkan kepatuhan wajib pajak,” ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor. Simak ‘DJP Rilis Peraturan Baru Dokumen yang Dipersamakan dengan Faktur Pajak’.

Dalam ketentuan terdahulu, DJP menetapkan 16 jenis dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak. Namun, dalam beleid baru, DJP menyampaikan ada 25 jenis dokumen tertentu.

Selain peraturan baru mengenai jenis dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak, ada pula bahasan terkait dengan rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan RAPBN 2022 beserta nota keuangannya pada hari ini.

Berikut ulasan berita selengkapnya.  

Kemudahan bagi Wajib Pajak

Selain memperbarui kriteria beberapa jenis dokumen yang sebelumnya sudah ada, melalui PER-16/PJ/2021, DJP menambah 9 jenis dokumen yang belum ada dalam beleid terdahulu. Simak ‘Peraturan Baru, Ini 25 Dokumen yang Dipersamakan dengan Faktur Pajak’.

“Penambahan beberapa jenis dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak merupakan upaya untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak karena wajib pajak tidak perlu membuat faktur pajak tersendiri,” ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor. Simak ‘Ini Keterangan Resmi Ditjen Pajak Soal PER-16/PJ/2021’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

RAPBN 2022

Presiden Jokowi dijadwalkan akan membacakan pidato pengantar RAPBN 2022 beserta nota keuangan di Gedung DPR/MPR pada hari ini. Dalam pidato tersebut, presiden biasanya akan menyampaikan arah kebijakan keuangan negara pada tahun depan, termasuk mengenai perpajakan.

Dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2022, pemerintah akan melanjutkan reformasi perpajakan secara sehat, adil, dan kompetitif. Langkah yang diambil mulai dari penggalian potensi, perluasan basis pajak, dan penguatan sistem perpajakan berbasis teknologi informasi.

Sebelumnya, Banggar DPR telah menyepakati usulan pemerintah mengenai target penerimaan perpajakan 2022 sekitar Rp1.499,3 triliun—Rp1.528,7 triliun. Target tersebut naik 4%-6% dari target tahun ini senilai Rp1.444,5 triliun.

Sementara itu, kebutuhan belanja negara akan dipatok pada kisaran Rp2.631,8 triliun—Rp2.775,3 triliun. Dengan demikian, defisita anggaran akan mencapai Rp807 triliun—Rp881,3 triliun atau 4,51—4,85% terhadap produk domestik bruto. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

PNBP Uji Validitas Rapid Diagnostic Test Antigen

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menerbitkan PMK 104/2021 terkait dengan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP) layanan uji validitas rapid diagnostic test antigen pada Kementerian Kesehatan.

Dengan pertimbangan tertentu, tarif atas jenis PNBP uji validitas rapid diagnostic test antigen dapat ditetapkan sampai dengan Rp0 atau 0%. Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai besaran, tata cara, dan persyaratan diatur dalam peraturan menteri kesehatan. Simak ‘PMK 104/2021 Terbit, Ini Keterangan Resmi Kemenkeu’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Pertukaran Data dalam Skema AEoI

DJP bersiap melakukan pertukaran data dalam skema automatic exchange of information (AEoI). Pada tahun ini, tidak ada penundaan jadwal pertukaran data AEoI seperti yang terjadi tahun lalu. Relaksasi yang berlaku tahun lalu berkaitan dengan pandemi Covid-19 yang terjadi secara global.

"Tahun lalu direlaksasi, tahun ini on schedule. Tidak ada relaksasi lagi,” ujar Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama. Simak ‘Pertukaran Data dan Informasi, DJP: Tidak Ada Relaksasi Lagi Tahun Ini’. (DDTCNews)

Pajak Bonus Atlet Olimpiade Ditanggung Pemerintah

Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali menyatakan pajak atas bonus atlet yang bertanding pada Olimpiade Tokyo 2020 akan ditanggung pemerintah. Zainudin mengatakan pemerintah memberikan bonus sebagai bentuk penghargaan dan apresiasi kepada para atlet.

"Di SK (surat keputusan) saya semuanya sudah bersih. [Untuk] pajak, pemerintah yang bayar," katanya. (DDTCNews)

Tersangka Penyampaian SPT Tidak Benar Ditangkap

Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kanwil DJP Jakarta Utara menyerahkan tersangka tindak pidana perpajakan kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Utara.

Penyerahan 3 tersangka berinisial HR, IE, dan MA beserta barang bukti diserahkan melalui Polda Metro Jaya. Tersangka diduga dengan sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap selama tahun pajak 2016.

“Akibat perbuatan tersebut negara dirugikan sebesar Rp502,01 miliar,” tulis Kanwil DJP Jakarta Utara dalam keterangan resminya. Simak ‘Sempat Masuk DPO, 3 Tersangka Penyampaian SPT Tidak Benar Ditangkap’. (DDTCNews)

NPWP 500.000 Rekening Tidak Teridentifikasi

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah bekerja sama DJP untuk mengungkap shadow economy pada e-commerce.

Berdasarkan pada laporan semester I/2021 PPATK, ditemukan lebih dari 500.000 rekening yang tidak dapat diidentifikasi NPWP-nya. PPATK menekankan pentingnya data transaksi perbankan untuk mengungkapkan nilai shadow economy, khususnya pada sektor e-commerce.

"Perluasan data penyedia jasa keuangan (PJK) dapat mengungkapkan besaran sektoral shadow economy, khususnya e-commerce," tulis PPATK dalam laporannya. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.