KEBIJAKAN PERPAJAKAN

Kebijakan Fiskal Pemerintah Dinilai Sudah Berorientasi Jangka Panjang

Muhamad Wildan
Minggu, 29 November 2020 | 13.30 WIB
Kebijakan Fiskal Pemerintah Dinilai Sudah Berorientasi Jangka Panjang

Partner of Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji dalam webinar Increasing the Ability of an Accountant in Taxation to Face New Normal Era yang diselenggarakan oleh Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Minggu (29/11/2020). (foto: hasil tangkapan layar)

SERANG, DDTCNews – Berbagai kebijakan fiskal utama yang dikeluarkan pemerintah dalam tahun berjalan ini dinilai tidak hanya menjaga daya tahan ekonomi dalam jangka pendek, tetapi juga untuk pemulihan jangka menengah panjang.

Kebijakan fiskal utama yang dimaksud tersebut antara lain diterbitkannya insentif pajak dan penyesuaian APBN, UU No. 2/2020, UU No. 10/2020 tentang Bea Meterai; dan UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Partner of Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan relaksasi perpajakan yang banyak dikeluarkan oleh pemerintah memiliki peran penting guna meningkatkan kemudahan berusaha sekaligus menjaga basis pajak.

"Kalau dilihat secara akademis, kita dapat melihat banyak kelemahan pada ketentuan perpajakan sebelumnya, yang lalu dibenahi melalui UU No. 11/2020," katanya dalam webinar Increasing the Ability of an Accountant in Taxation to Face New Normal Era, Minggu (29/11/2020).

Dalam webinar diselenggarakan oleh Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Bawono menyebutkan UU No. 2/2020 dan UU Cipta Kerja telah menawarkan kemudahan berusaha, kepastian hukum, perluasan basis pajak, dan peningkatan kepatuhan.

“Dengan demikian, kestabilan ekonomi yang disiapkan pemerintah selama ini akan disertai dengan meningkatnya basis pajak dan kesinambungan fiskal pada masa mendatang,” ujarnya.

Sebagai contoh, dalam UU No. 2/2020, pemerintah memangkas tarif PPh Badan dari 25% menjadi 22% pada 2020 hingga 2021 dan menjadi 20% pada 2022. Selain itu, UU No. 2/2020 tersebut juga menetapkan ketentuan baru dalam memungut pajak ekonomi digital. Langkah tersebut dinilai positif mengingat tidak sedikit masyarakat Indonesia yang memakai layanan digital dari perusahaan digital multinasional.

"Di sini, pemerintah memberikan sinyal bahwa pemerintah tidak hanya memikirkan insentif, tapi juga mencari cara untuk mengompensasinya. Pajak digital ini juga mengompensasi kebutuhan penanganan pandemi," tutur Bawono.

Pada UU Cipta Kerja, pemerintah tampak telah menyiapkan berbagai kebijakan perpajakan melalui ketentuan-ketentuan baru pada beleid tersebut, mulai dari penyesuaian tarif bunga sanksi administrasi, pengecualian dividen dari objek pajak, dan ketentuan baru lainnya.

Meski tax ratio belum akan pulih secepat perekonomian, Bawono menilai kebijakan-kebijakan tersebut memiliki peran penting guna menjaga keberlangsungan usaha dan meminimalisasi terjadinya PHK, termasuk menjaga basis pajak.

"Jadi bila perusahaan atau rumah tangga ini dibantu cash flow-nya melalui kebijakan perpajakan, ini adalah upaya agar basis pajak tidak hilang. Kalau basis pajak hilang maka tax ratio bisa di bawah level sebelum krisis," katanya. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.