Tampilan depan salinan PP 47/2020.
JAKARTA, DDTCNews – Pemberian pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) dan/atau pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) kepada badan internasional kini dapat diberikan berdasarkan perjanjian.
Perjanjian yang dimaksud adalah kesepakatan dalam bentuk dan nama tertentu yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban antara pemerintah Indonesia dan badan internasional. Ketentuan ini tertuang dalam PP 47/2020.
“Pembebasan pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah … dapat diberikan berdasarkan: a. asas timbal balik; atau b. perjanjian,” demikian bunyi penggalan Pasal 3 ayat (1) beleid tersebut, dikutip pada Rabu (26/8/2020).
Beleid ini berlaku 60 hari sejak diundangkan pada 18 Agustus 2020. Berlakunya beleid ini sekaligus mencabut aturan terdahulu, yaitu PP 47/2013. Dalam beleid terdahulu, pembebasan PPN dan PPnBM kepada badan internasional hanya diberikan berdasarkan asas timbal balik.
Sementara itu, guna menyelaraskan dengan Pasal 16B UU PPN, pemberian pembebasan PPN dan/atau PPnBM kepada badan internasional serta pejabatnya kini dapat didasarkan pada perjanjian internasional atau kelaziman internasional.
Secara lebih terperinci, pembebasan PPN dan/atau PPnBM berdasarkan perjanjian tersebut diberikan kepada badan internasional serta pejabat badan internasional yang dalam perjanjiannya terdapat ketentuan mengenai pemberian pembebasan PPN dan/atau PPnBM.
Namun, apabila tidak terdapat perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan badan internasional atau di dalam perjanjian tidak ada ketentuan mengenai pembebasan PPN dan/atau PPnBM maka pemberian pembebasan dapat didasarkan pada kelaziman internasional.
Contoh kelaziman internasional antara lain jika ada badan internasional yang melakukan kegiatan proyek di beberapa negara termasuk Indonesia. Apabila pada salah satu negara tersebut badan internasional itu mendapatkan fasilitas pembebasan PPN dan/atau PPnBM, badan internasional tersebut dapat diberikan fasilitas dengan dasar kelaziman internasional.
Adapun pemberian pembebasan PPN dan/atau PPnBM berdasarkan perjanjian atau kelaziman internasional tersebut ditetapkan oleh menteri keuangan. Penetapan tersebut dapat diberikan setelah mendapatkan pertimbangan dan rekomendasi dari menteri di bidang kesekretariatan negara.
Dalam memberikan rekomendasi pembebasan, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara mempertimbangkan batas minimum pembelian, kewajaran, serta kepatutan jumlah dan jenis barang.
Selanjutnya, menteri keuangan berdasarkan rekomendasi dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara dapat menerbitkan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPN dan/atau PPnBM.
Saat PP 47/2020 mulai berlaku, terhadap badan internasional yang telah mendapatkan pembebasan atau telah mendapatkan pengembalian PPN dan/atau PPnBM, masih tetap diberikan pembebasan sampai dengan berlakunya penetapan menteri keuangan tentang pembebasan PPN dan/atau PPnBM. (kaw)