Presiden Joko Widodo (kedua kiri) didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kedua kanan), Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kiri) dan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki (kanan) menghadiri acara penyaluran dana bergulir untuk koperasi di Istana Negara, Jakarta, Kamis (23/7/2020). World Bank menilai terdapat beberapa klausul dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang berpotensi merugikan ekonomi Indonesia. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/Pool/nz)
JAKARTA, DDTCNews - World Bank menilai terdapat beberapa klausul dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang berpotensi merugikan ekonomi Indonesia, berbanding terbalik dengan tujuan rancangan beleid tersebut yang hendak meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi.
Hal ini disampaikan oleh World Bank dalam laporan perekonomian Indonesia yang dirilis Juli ini dengan judul Indonesia Economic Prospects: The Long Road to Recovery. Tiga poin yang disorot oleh World Bank adalah klausul mengenai ketenagakerjaan, perizinan, dan lingkungan.
"Revisi terhadap UU Ketenagakerjaan dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja memiliki potensi mengurangi perlindungan yang diberikan terhadap pekerja," tulis World Bank dalam laporannya, dikutip Rabu (29/7/2020).
Menurut World Bank, skema upah minimum terbaru serta pembayaran pesangon yang lebih longgar dibandingkan UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan berpotensi memperlemah perlindungan terhadap tenaga kerja serta meningkatkan ketimpangan penerimaan.
Pada Pasal 88D, penentuan upah minimum yang akan ditetapkan hanya memperhitungkan pertumbuhan ekonomi provinsi. Hal ini berbeda dengan ketentuan yang saat ini berlaku dimana upah minimum ditentukan berdasarkan pertumbuhan ekonomi nasional dan inflasi nasional.
Lebih lanjut, Pasal 88E juga mengatur industri padat karya bakal memiliki ketentuan upah minimum tersendiri menggunakan formula tertentu yang tidak diperinci pada RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Terakhir, ketentuan upah minimum jtidak diberlakukan atas usaha mikro dan kecil. Pada Pasal 90B tertulis upah usaha mikro dan kecil ditetapkan berdasar kesepakatan antara pengusaha dan pekerja. Yang jelas, kesepakatan upah harus berada di atas garis kemiskinan Badan Pusat Statistik.
Dalam aspek perizinan, World Bank menyorot klausul RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang menghapuskan syarat dalam pemberian izin-izin dari kegiatan berisiko tinggi. Kegiatan seperti usaha farmasi, rumah sakit, pendirian bangunan tidak lagi dikategorikan sebagai kegiatan berisiko tinggi.
Dalam aspek lingkungan, direlaksasinya syarat-syarat perlindungan lingkungan dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja memiliki potensi mengganggu kehidupan masyarakat dan akan berdampak negatif terhadap investasi.
Secara umum, World Bank menilai kegiatan usaha yang selama ini terhambat oleh perizinan dan syarat-syarat terkait lingkungan sesungguhnya tidak dihambat oleh regulasi, melainkan oleh korupsi dan rumitnya proses administrasi perizinan dan pemenuhan syarat-syarat terkait lingkungan.
Sisi positifnya, World Bank menilai RUU Omnibus Law Cipta Kerja memiliki potensi meningkatkan keterlibatan Indonesia dalam rantai pasok global atau global value chain.
Perizinan ekspor impor yang menggunakan pendekatan berbasis risiko bakal mengurangi biaya dan ketidakpastian dalam menyelenggarakan perdagangan internasional.
"Kewenangan perizinan ekspor impor yang digeser dari kementerian teknis kepada pemerintah pusat secara langsung berpotensi mengurangi praktik korupsi yang tersebar di berbagai kementerian," tulis World Bank. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.