Ilustrasi. (foto: pekanbaru.bpk.go.id)
JAKARTA, DDTCNews – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali memberi rekomendasi kepada Kementerian Keuangan untuk membuat landasan hukum atas laporan belanja perpajakan yang disusun oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dalam beberapa tahun terakhir.
Pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Pelaksanaan Transparansi Fiskal 2019, BPK juga menyoroti dicantumkannya laporan belanja perpajakan 2016-2017 pada APBN 2020 sebagai informasi dalam kebijakan sektor perpajakan. Hal ini berbeda dengan negara lain yang sudah memiliki landasan hukum.
“Di Australia, landasan penyusunan laporan belanja perpajakan adalah Charter of Budget Honesty Act 1998, sedangkan di Peru, estimasi belanja perpajakan adalah kewajiban berdasarkan UU Tanggung Jawab Fiskal dan Transparansi," tulis BPK, dikutip pada Jumat (17/7/2020).
Selain masalah landasan hukum, BPK juga menyoroti tidak adanya hubungan antara laporan belanja perpajakan dengan APBN 2019 yang disusun oleh pemerintah. Hal ini karena sifat laporan yang masih bersifat historis, yakni hanya menyampaikan belanja perpajakan yang sudah terjadi pada 2016 hingga 2018.
Dalam APBN 2019, tidak tercantum pula informasi mengenai proyeksi belanja perpajakan pada tahun berkenaan. Dengan demikian, tidak bisa dipastikan dengan jelas jumlah dan nominal belanja perpajakan yang dialokasikan pada 2019 oleh pemerintah.
Dalam aspek belanja perpajakan ini, pemerintah dinilai perlu untuk menetapkan target dan batas atas belanja perpajakan dalam dokumen APBN. Tidak adanya target dan batas atas mengakibatkan kinerja belanja perpajakan tidak bisa dinilai secara kuantitatif seperti program-program pemerintah lainnya.
Secara umum, pemerintah masih belum memiliki upaya untuk mengendalikan belanja perpajakan agar lebih tepat sasaran serta tidak ada evaluasi yang menilai efisiensi dan efektivitas dari masing-masing belanja perpajakan.
"Pengendalian dan evaluasi penting untuk dilakukan karena tujuan dari belanja perpajakan adalah bukan sekadar menyajikan estimasi nilai pajak yang tidak terpungut, tetapi menilai dampak yang berhasil ditimbulkan dan kebijakan yang tepat untuk mengatasi dampak tersebut," tegas BPK.
Berdasarkan laporan belanja perpajakan terakhir, BKF mengestimasikan belanja perpajakan pada 2018 mencapai Rp221,12 triliun. Belanja pajak pertambahan nilai (PPN) tercatat paling dominan, dengan nominal mencapai Rp145,61 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 9,59% dari total penerimaan pajak 2018 yang mencapai Rp1.518,79 triliun.
Terkait dengan belanja perpajakan, baik itu mengenai penjelasan konsep dan prinsip, serta komparasi tax expenditure bisa dibaca juga dalam Working Paper DDTC bertajuk ‘Tax Expenditure Atas Pajak Penghasilan: Rekomendasi Bagi Indonesia’ yang diterbitkan pada 2014. (kaw)