Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Melalui Perpu No.1/2020, Menteri Keuangan mendapat kewenangan dalam pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk.
Kewenangan itu diberikan kepada Menteri Keuangan dalam konteks untuk penanganan pandemi virus Corona (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.
“Menteri Keuangan memiliki kewenangan untuk memberikan fasilitas kepabeanan berupa pembebasan atau keringanan bea masuk,” demikian bunyi pasal 9 Perpu tersebut.
Dengan adanya pemberian kewenangan tersebut, perubahan atas barang impor yang diberikan pembebaan bea masuk berdasarkan tujuan pemakaiannya sesuai pasal 25 ayat (1) UU Kepabeanan diatur dengan peraturan menteri keuangan.
Hal yang sama juga berlaku untuk perubahan atas barang impor yang dapat diberikan pembebasan atau keringanan bea masuk berdasarkan tujuan pemakaiannya sesuai Pasal 26 ayat (1) UU Kepabeanan. Perubahan juga diatur dengan peraturan menteri keuangan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani berencana membebaskan bea masuk dengan nilai Rp12 triliun. Pembebasan bea untuk ini diberikan untuk importasi sejumlah komoditas yang dibutuhkan dalam penanganan virus Corona. Simak artikel ‘Tangani Corona, Sri Mulyani Bebaskan Bea Masuk Hingga Rp12 Triliun’.
Kewenangan pemberian pembebasan bea masuk ini menjadi salah satu dari 4 kebijakan di bidang perpajakan dalam Perpu No.1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19. Simak artikel ‘Ini 4 Kebijakan Perpajakan dalam Perppu 1/2020’.
Sejumlah kebijakan pajak dalam Perppu ini terlihat menitikberatkan pada fungsi regulerend daripada budgeter. Tidak mengherankan jika pendapatan negara pada tahun ini diproyeksi turun hingga 10% dibandingkan tahun lalu. Simak artikel ‘Sri Mulyani: Pendapatan Negara Tahun Ini Diproyeksi Turun 10%’ dan Simak Perspektif ‘Pajak Hadir Lawan Dampak Korona’.
Dalam analisis DDTC Fiscal Research sebelumnya, respons dari sisi kebijakan pajak yang dilakukan pemerintah Indonesia sudah sejalan dengan arah global. Pasalnya, ada 112 yurisdiksi telah (atau berencana) menggunakan instrumen pajak. Simak artikel ‘Ternyata, Respons Pajak Indonesia Hadapi COVID-19 Sesuai Tren Global’. (kaw)