EFEK VIRUS CORONA

Sri Mulyani: Pendapatan Negara Tahun Ini Diproyeksi Turun 10%

Redaksi DDTCNews
Rabu, 01 April 2020 | 10.37 WIB
Sri Mulyani: Pendapatan Negara Tahun Ini Diproyeksi Turun 10%

Menteri Keuangan Sri Mulyani saat memberikan penjelasan dalam konferensi video. 

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksi pendapatan negara tahun ini akan turun 10% dibanding realisasi pada 2019, yang senilai Rp1.967,2 triliun akibat wabah virus Corona. Pada APBN 2020, penerimaan negara ditargetkan senilai Rp2.233,2 triliun.

Sri Mulyani mengatakan penurunan penerimaan negara itu disebabkan oleh berbagai insentif perpajakan yang diberikan pemerintah untuk menangkal dampak virus Corona pada perekonomian. Selain itu, harga minyak dunia juga sedang tertekan akibat perang harga antara Rusia dan Arab Saudi, sehingga potensi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga akan menurun.

“Jadi kita prediksi penerimaan negara bisa turun 10%. Bukannya naik, tapi turun 10%," katanya melalui konferensi video, Rabu (1/4/2020).

Sri Mulyani mengatakan pemerintah telah memberikan sejumlah dukungan insentif perpajakan sebagai respons cepat di tengah wabah virus Corona. Seperti diketahui, dalam paket stimulus fiskal jilid II untuk menekan dampak virus Corona, termuat empat insentif untuk wajib pajak.

Pertama, pajak penghasilan (PPh) Pasal Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) untuk pekerja dengan penghasilan bruto tidak lebih dari Rp200 juta. Insentif ini memberi tambahan penghasilan bagi para pekerja di sektor industri pengolahan untuk mempertahankan daya beli.

Kedua, pembebasan PPh Pasal 22 Impor. Insentif ini menjadi stimulus bagi industri untuk tetap mempertahankan laju impornya. Ketiga, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30%. Insentif ini untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri dan meningkatkan ekspor.

Keempat, restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp5 miliar. Insentif ini diberikan agar wajib pajak lebih optimal dalam manajemen arus kas karena restitusi berhubungan dengan likuiditas.

Selain itu, pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Dalam Perppu tersebut, pemerintah juga memuat penurunan tarif PPh Badan dari 25% menjadi 22% mulai tahun ini. Simak artikel ‘Ini 4 Kebijakan Perpajakan dalam Perppu 1/2020’.

“Artinya yang ada di dalam Omnibus Law Perpajakan kita tarik untuk dimajukan di 2020 sebagai bagian dari pengurangan beban pada sektor korporasi sehingga mereka tidak mengalami tekanan untuk kemudian menciptakan PHK [pemutusan hubungan kerja] atau kebangkrutan,” jelas Sri Mulyani.

Mayoritas kebijakan pajak yang masuk dalam Perppu itu memang menitikberatkan pada fungsi regulerend. Pajak hadir untuk bahu membahu bersama semua pihak dan masyarakat Indonesia menghadapi kondisi ekonomi yang tidak mudah akibat COVID-19. Simak Perspektif ‘Pajak Hadir Lawan Dampak Korona’.

Dalam analisis DDTC Fiscal Research sebelumnya, terdapat 151 yurisdiksi dari berbagai wilayah yang merespons dampak dari COVID-19 melalui kebijakan fiskal. Dari jumlah tersebut, 112 yurisdiksi telah (atau berencana) menggunakan instrumen pajak. Simak artikel ‘DDTC Fiscal Research: 112 Negara Pakai Instrumen Pajak Hadapi COVID-19’. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.