KILAS BALIK 2025

September 2025: Dari Purbaya Jadi Menkeu hingga Data Konkret Diperinci

Nora Galuh Candra Asmarani
Selasa, 30 Desember 2025 | 14.00 WIB
September 2025: Dari Purbaya Jadi Menkeu hingga Data Konkret Diperinci
<p>Ilustrasi.</p>

PERGANTIAN menteri keuangan menjadi salah satu topik perpajakan yang menghiasi September 2025. Presiden Prabowo Subianto melantik Purbaya Yudhi Sadewa sebagai menteri keuangan menggantikan Sri Mulyani Indrawati pada Senin (8/9/2025). Simak Sri Mulyani Dicopot, Prabowo Tunjuk Purbaya Yudhi sebagai Menkeu

Purbaya sebelumnya menjabat sebagai ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Begitu dilantik, Purbaya langsung menarik perhatian publik. Bahkan, berita mengenai profil lengkap Purbaya menjadi salah satu top 3 berita terpopuler DDTCNews sepanjang 2025. Simak Purbaya dan Coretax Jadi Kata Kunci Terlaris DDTCNews sepanjang 2025

Berbagai pernyataan Purbaya pun menyedot banyak atensi. Salah satunya, keinginannya untuk menyelaraskan kebijakan pajak Indonesia dengan struktur ekonomi nasional serta mencocokannya dengan sistem pajak global. Simak Menkeu Purbaya Ingin Sistem Pajak RI Kompatibel dengan Global

Purbaya juga sempat menyoroti kinerja rasio perpajakan (tax ratio) Indonesia yang bergerak konstan, dan tidak mengalami kenaikan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, Purbaya sempat memberikan tanggapan mengenai wacana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN). Simak Tax Ratio Tak Bisa Diubah Instan

Sebagai menteri keuangan baru, Purbaya mengatakan belum ada instruksi khusus dari Presiden Prabowo Subianto terkait dengan pembentukan BPN. Bahkan, dia mengeklaim Prabowo memberikan keleluasaan kepadanya selaku bendahara untuk mengelola keuangan negara. Simak Ditanya Nasib Badan Penerimaan Negara, Ini Respons Menkeu Purbaya

Selain seputar Purbaya, ada sejumlah peristiwa dan peraturan perpajakan yang menarik untuk diselami kembali. Mulai dari terbitnya peraturan yang memerinci data konkret, revisi Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022, hingga wacana tax amnesty yang kembali mengemuka.

DJP Perinci Jenis Data Konkret yang Bisa Jadi Basis Pemeriksaan Pajak

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto menerbitkan Peraturan Dirjen (Perdirjen) Pajak No. PER-18/PJ/2025 yang mengatur seputar tindak lanjut atas data konkret. Terbitnya PER-18/PJ/2025 menjadi salah satu peristiwa perpajakan yang banyak menyedot atensi sepanjang September 2025.

Sesuai dengan ketentuan, data konkret adalah data yang diperoleh atau dimiliki DJP. Merujuk Pasal 4 ayat (2) PMK 15/2025 dan Pasal 2 ayat (1) PER-18/PJ/2025, data konkret tersebut dapat berupa 3 bentuk.

Pertama, faktur pajak yang sudah memperoleh persetujuan melalui sistem informasi milik DJP, tetapi belum atau tidak dilaporkan oleh wajib pajak pada SPT Masa PPN yang memerlukan pengujian secara sederhana.

Kedua, bukti pemotongan atau pemungutan PPh yang belum atau tidak dilaporkan oleh penerbit bukti pemotongan atau pemungutan pada SPT Masa PPh. Ketiga, bukti transaksi atau data perpajakan yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan wajib pajak.

Melalui PER-18/PJ/2025, dirjen pajak memerinci 8 bentuk bukti transaksi atau data perpajakan yang termasuk dalam cakupan data konkret. PER-18/PJ/2025 mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, yaitu per 24 September 2025. Simak Sederet Aturan Perpajakan yang Terbit Sepanjang September 2025

Perpanjang PPh Final UMKM, Kemenkeu Mulai Revisi PP 55/2022

Pada akhir September 2025, Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan revisi atas PP 55/2022 sudah memasuki tahap penyelesaian. Revisi PP 55/2022 diperlukan untuk memperpanjang jangka waktu pemberlakuan skema PPh final UMKM dengan tarif 0,5% khusus bagi wajib pajak orang pribadi.

Kala itu, Bimo menyebut Informasi lebih lanjut akan disampaikan oleh Ditjen Pajak (DJP) apabila revisi atas PP tersebut sudah rampung. Berita seputar revisi PP/55/2022 pun menjadi salah satu kabar yang ditunggu wajib pajak. Simak Belum Ada Kepastian Soal PPh Final UMKM, Gimana Jika Telanjur Setor?

Hakim Agung TUN Pajak Terpilih

Budi Nugroho dan Diana Malemita Ginting resmi ditetapkan sebagai hakim agung tata usaha negara (TUN) khusus pajak pada Selasa (23/9/2025)

Budi dan Diana resmi menjadi hakim TUN khusus pajak mengingat DPR melalui rapat paripurna sudah memberikan persetujuan atas hasil fit and proper test calon hakim agung (CHA) yang diselenggarakan oleh Komisi III DPR.

DJP Kejar Tunggakan 200 WP Besar

Menjelang akhir September 2025, DJP mengejar para penunggak pajak, baik orang pribadi maupun badan, terutama yang putusan sengketa pajaknya sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan negara bisa meraup potensi penerimaan pajak sekitar Rp50 triliun hingga Rp60 triliun dari kegiatan tersebut. Menurutnya, upaya menagih tunggakan pajak yang telah diputus secara hukum merupakan langkah strategis untuk mencapai target penerimaan pajak 2025 yang dipatok Rp2.189 triliun.

Peraturan Penetapan Sistem Klasifikasi Barang Direvisi

Kementerian Keuangan merevisi peraturan mengenai penetapan sistem klasifikasi barang dan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor. Revisi tersebut dilakukan melalui PMK 62/2025. Beleid itu merupakan perubahan kedua dari PMK 26/2022.

Revisi dilakukan untuk mengakomodasi dinamika perubahan sejumlah ketentuan yang terkait dengan impor barang. Adapun PMK 62/2025 diundangkan pada 8 September 2025 dan berlaku 7 hari sejak tanggal diundangkan. Dengan demikian, beleid ini berlaku efektif pada 15 September 2025.

RUU Tax Amnesty Jadi Prolegnas Prioritas 2025 di Komisi XI DPR

Wacana tax amnesty kembali mengemuka seiring dengan masuknya RUU tentang Amnesti Pajak dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Sebelumnya, Indonesia tercatat sudah 2 kali melaksanakan tax amnesty, yakni pada 2016 dan 2022. Wacana tax amnesty jilid III ini mulai mencuat sejak akhir 2024.

Merespons wacana tersebut, Purbaya memandang kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) semestinya tidak diberikan berkali-kali. Selain merusak kredibilitas program, Purbaya khawatir tax amnesty berjilid-jilid justru memberikan sinyal bahwa wajib pajak boleh mengemplang pajak lantaran pemerintah akan mengampuninya dengan menggelar tax amnesty. Simak Menkeu Purbaya Tak Ingin Ada Tax Amnesty Jilid 3 dan Seterusnya

RUU Keuangan Negara Masuk Prioritas

Komisi XI DPR memasukkan RUU Keuangan Negara, bukan RUU Pengampunan Pajak, ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2026.

RUU Keuangan Negara merupakan RUU luncuran dari Prolegnas Prioritas 2025. RUU Pengampunan Pajak (tax amnesty) yang awalnya merupakan merupakan bagian dari Prolegnas Prioritas 2025 justru dimasukkan ke dalam long list.

Sebagai informasi, RUU Keuangan Negara merupakan omnibus law yang bakal merevisi UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, hingga UU 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

RUU Keuangan Negara sesungguhnya merupakan bagian dari Prolegnas Prioritas 2025. Namun, pada tahun ini Komisi XI DPR memilih untuk berfokus merevisi UU 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). (dik)

Editor : Dian Kurniati
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.