JAKARTA, DDTCNews - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyampaikan beberapa rekomendasi kepada pemerintah seiring dengan penerbitan fatwa pajak berkeadilan oleh organisasi tersebut.
Menurut MUI, pemerintah perlu mewujudkan perpajakan yang berkeadilan dengan menerapkan pembebanan pajak yang sesuai dengan kemampuan wajib pajak (ability to pay).
"Oleh karena itu perlu adanya peninjauan kembali terhadap beban perpajakan terutama pajak progresif yang nilainya dirasakan terlalu besar," bunyi fatwa yang ditetapkan oleh MUI, dikutip pada Senin (24/11/2025).
Dalam fatwanya, MUI menyatakan pajak penghasilan (PPh) seharusnya dikenakan kepada warga negara berkemampuan finansial yang secara syariat minimal setara dengan nisab zakat maal, yakni 85 gram emas.
Selanjutnya, MUI meminta pemerintah untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber kekayaan negara dan menindak mafia pajak dalam rangka sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat.
Kemudian, MUI juga meminta pemerintah dan DPR untuk mengevaluasi berbagai ketentuan perundang-undangan terkait perpajakan yang tidak berkeadilan dan menjadikan fatwa MUI sebagai pedoman.
Pemerintah juga diminta untuk mengevaluasi aturan PBB, PPN, PPh, PKB, dan pajak waris yang sering kali dinaikkan untuk meningkatkan pendapatan daerah tanpa mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.
Terakhir, pemerintah juga diminta untuk mengelola pajak secara amanah serta masyarakat perlu melaksanakan kewajiban pembayaran pajak untuk kepentingan kemaslahatan umum (maslahah ‘ammah).
Sebagai informasi, MUI menerbitkan fatwa terkait dengan perpajakan berkeadilan dalam Musyawarah Nasional (Munas) ke-11 MUI yang digelar pada pekan lalu.
Beberapa fatwa yang ditetapkan oleh MUI antara lain, pertama, PPh seyogianya dikenakan atas warga negara yang memiliki kemampuan finansial setara dengan nisab zakat maal, yakni 85 gram emas.
Kedua, pajak seyogianya hanya dikenakan atas harta yang potensial untuk diproduktifkan dan/atau merupakan kebutuhan sekunder dan tersier.
Ketiga, barang yang merupakan kebutuhan primer tidak boleh dibebani pajak secara berulang. Keempat, barang konsumtif yang merupakan kebutuhan primer, utamanya sembako, tidak boleh dikenai pajak.
Kelima, bumi dan bangunan yang dihuni secara komersial tidak boleh dikenai pajak berulang. Keenam, wajib pajak harus menaati aturan pajak yang ditetapkan dan pemungutan pajak yang tidak sesuai ketentuan hukumnya haram.
Ketujuh, zakat yang sudah dibayarkan oleh umat Islam merupakan pengurang pajak. (rig)
