JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah turut memberikan fasilitas kepabeanan atas impor obat-obatan yang dibutuhkan oleh pasien hemofilia.
Relawan sekaligus pendiri Indonesian Hemophilia Society (IHS) Novi Riandini mengatakan pasien hemofilia membutuhkan obat yang biasanya diimpor dari luar negeri. Dalam mendapatkan obat-obatan tersebut, IHS bekerja sama dengan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
"Bahkan dalam keadaan emergency, karena ada pasien pendarahan berat yang memerlukan obat khusus, Bea Cukai selalu sigap cepat dan tanggap pembantu kami," katanya dalam video yang diunggah oleh Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta, dikutip pada Sabtu (15/11/2025).
Novi telah terlibat dalam organisasi yang peduli penyakit hemofilia selama 23 tahun. Ketika mengurus impor obat untuk IHS, dia memperoleh kemudahan layanan dari Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta.
IHS merupakan organisasi nirlaba yang menaungi pasien dengan kelainan darah genetik hemofilia di Indonesia. IHS bekerja sama dengan World Federation of Hemophilia (WFH) dan organisasi internasional lainnya untuk mendapatkan donasi obat-obatan dalam membantu penanganan pasien.
Ketika proses importasi, DJBC turut mengambil peran dengan pemberian fasilitas pembebasan bea masuk atas impor obat donasi berdasarkan PMK 171/2019. Beleid ini mengatur pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum.
Kepentingan umum didefinisikan sebagai kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat yang tidak mengutamakan kepentingan di bidang keuangan. Melalui peraturan tersebut, pemerintah telah memperluas pemberian pembebasan bea masuk.
Terdapat 2 kondisi agar fasilitas pembebasan bea masuk diberikan. Pertama, apabila barang impor oleh pemerintah merupakan barang yang pembeliannya dibiayai oleh APBN atau APBD. Kedua, barang impor berasal dari hibah.
Terdapat dokumen yang harus dipenuhi agar mendapatkan pembebasan bea masuk. Untuk pengajuan pembebasan barang impor yang pembeliannya dibiayai APBN atau APBD, terdapat minimal 3 dokumen lampiran.
Pertama, fotokopi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) atau dokumen sejenis. Kedua, surat pernyataan yang menyatakan pembiayaan dalam DIPA atau dokumen sejenis tidak meliputi unsur bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor.
Ketiga, fotokopi perjanjian atau kontrak pengadaan barang dengan pihak ketiga yang menyebutkan harga dalam perjanjian atau kontrak tidak meliputi pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor.
Sementara itu, permohonan pembebasan bea masuk atas barang impor yang berasal dari hibah harus dilampiri minimal 2 dokumen. Pertama, fotokopi surat keterangan dari pemberi hibah berupa gift certificate atau memorandum of understanding yang menyatakan barang itu untuk kepentingan umum.
Kedua, fotokopi dokumen persetujuan hibah dari pemerintah pusat apabila barang impor merupakan hibah dari luar negeri untuk pemerintah daerah. (dik)
