JAKARTA, DDTCNews - Bank Indonesia (BI) menilai kepatuhan eksportir dalam menjalankan kewajiban menyimpan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) sebesar 100% selama setahun sudah tergolong tinggi.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan tingkat kepatuhan eksportir dalam menjalankan ketentuan PP 8/2025 ini mencapai 95%.
"Artinya seluruh ekspor dari DHE SDA yang mereka terima itu masuk ke rekening yang khusus memang untuk penempatan DHE SDA," katanya, dikutip pada Sabtu (25/10/2025).
Destry menyebut ketentuan DHE SDA telah berefek pada tingkat konversi valuta asing (valas) ke rupiah. Tingkat konversi valas DHE SDA ke rupiah yang masuk ke sistem keuangan mencapai 78,2%.
Konversi ini terjadi karena PP 8/2025 memberikan ruang bagi eksportir melakukan penukaran DHE SDA ke rupiah untuk menjalankan operasionalnya.
Dia menjelaskan konversi valas ke rumah akan memperbesar suplai valas di dalam negeri. Namun, penambahan suplai valas itu memang tidak serta-merta meningkatkan cadangan devisa.
Secara keseluruhan, Destry memandang penerapan PP 8/2025 sejauh ini telah memberikan dampak positif. Meski demikian, terjadinya aliran modal asing keluar pasar keuangan (outflow) yang besar dalam 2 bulan terakhir mengharuskan BI menggunakan cadev untuk melakukan intervensi, termasuk pembayaran dividen, repatriasi, dan pinjaman.
"Intinya untuk PP DHE saya rasa jauh ini sudah menjalankan sesuai yang diamanahkan," ujarnya.
Sebelumnya, diketahui Presiden Prabowo Subianto ternyata belum bergembira dengan penerapan kewajiban memarkirkan DHE SDA di dalam negeri. Prabowo pun memerintahkan jajarannya untuk mengevaluasi PP 8/2025.
Melalui PP 36/2023 s.t.d.d PP 8/2025, pemerintah mengatur kewajiban eksportir menempatkan DHE SDA sebesar 100% selama setahun, dari sebelumnya paling sedikit sebesar 30% dan dalam jangka waktu 3 bulan, mulai 1 Maret 2025.
Ketentuan penempatan DHE SDA 100% selama setahun berlaku untuk sektor pertambangan kecuali minyak dan gas bumi, perkebunan kehutanan, dan perikanan. Sektor minyak dan gas bumi dikecualikan dalam PP 8/2025, sehingga penempatan DHE SDA-nya tetap mengacu pada PP 36/2023, paling sedikit sebesar 30% dan dalam jangka waktu 3 bulan.
Terhadap eksportir yang tidak patuh menempatkan DHE SDA di dalam negeri, bakal disanksi penangguhan layanan atau ekspor berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Blokir layanan kepabeanan ini dapat kembali dibuka apabila eksportir telah melaksanakan ketentuan SDE SDA.
Di sisi lain, PP 8/2025 tidak mengubah pasal yang mengatur fasilitas perpajakan bagi eksportir yang patuh menempatkan DHE SDA di dalam negeri. Pasal ini menyatakan penghasilan atas penempatan DHE SDA dapat diberikan tarif pajak yang lebih rendah, serta eksportir dapat ditetapkan sebagai eksportir bereputasi baik.
Adapun dalam PP 22/2024 kemudian diatur pemberian insentif pajak apabila DHE SDA ditempatkan pada instrumen moneter/keuangan tertentu. Atas penghasilan dari instrumen moneter dan/atau keuangan tertentu yang dananya berupa valuta asing atau dikonversi ke rupiah, dikenai PPh final dengan tarif sebesar 0% jika jangka waktu penempatannya lebih dari 6 bulan. (dik)
