JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menerima ribuan laporan dari masyarakat melalui layanan 'Lapor Pak Purbaya' di Whatsapp. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan utama media nasional pada hari ini, Senin (20/10/2025).
Laporan tersebut antara lain datang dari wajib pajak yang mengaku menjadi korban premanisme oleh oknum account representative (AR) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tigaraksa. Purbaya pun memerintahkan agar masalah ini segera diselesaikan.
"Izin lapor tindak premanisme AR KPP [Pratama] Tigaraksa. Siapa Tigaraksa KPP-nya? Kalau itu minggu depan saya cek harus sudah rapi nih," kata Purbaya.
Kanal pengaduan melalui Whatsapp ini dibuka untuk menekan praktik-praktik penyalahgunaan kewenangan yang selama ini tidak terjangkau oleh menteri di kantor pusat.
Purbaya mengatakan dirinya akan mendorong perbaikan budaya organisasi. Laporan dari masyarakat bakal digunakan untuk menindaklanjuti pegawai yang tidak profesional.
"Kalau saya dari pusat kan orangnya paling sedikit. Ini kayak crowd reporting, semua kirim masukan ke saya. Ini enggak mungkin ditindak semua, tetapi once beberapa ribu orang ditindak, saya harap yang lain tidak mengulangi lagi," ujar Purbaya.
Sebagai informasi, Ditjen Pajak (DJP) kini sedang berfokus melakukan bersih-bersih. Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengaku telah memecat 39 pegawai DJP yang melakukan penyelewengan.
"Saya dengan sangat menyesal, baru 4 bulan [menjabat] sudah harus memecat 39 orang. Kemarin saat rapimnas semua saya undang ke Jakarta, eh terpaksa kami OTT 2 orang," ujar Bimo.
Dalam hal wajib pajak menemukan adanya petugas pajak yang melakukan penyelewengan, wajib pajak memiliki hak untuk menyampaikan aduan dan laporan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Hak ini termuat dalam taxpayers' charter yang diluncurkan oleh DJP pada tahun ini.
Tak hanya itu, taxpayers' charter juga mewajibkan para wajib pajak untuk tidak memberikan gratifikasi atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun kepada pegawai DJP.
Selain topik tersebut, terdapat ulasan tentang pemberian insentif PPN atas tiket pesawat ditanggung pemerintah. Setelahnya, ada pembahasan soal perbaikan sistem keamanan pada coretax system.
Purbaya mengatakan dirinya sudah menerima 15.933 informasi terkait pajak, kepabeanan, dan cukai melalui Whatsapp 'Lapor Pak Purbaya'.
Aduan itu diterima hanya dalam waktu 2 hari sejak kanal 'Lapor Pak Purbaya' dibuka. Purbaya mengatakan kini timnya sedang memverifikasi aduan yang disampaikan oleh masyarakat tersebut.
"Ini disortir dan dipilih yang signifikan. Kita ada 6 orang, staf khusus 2, masing-masing di bawah itu ada 2 orang lagi. Jadi kita alokasikan orang khusus untuk itu," ujar Purbaya. (DDTCNews, Kontan, Bisnis Indonesia)
PPN atas tiket pesawat dalam negeri kelas ekonomi periode Natal 2025 dan tahun baru 2026 bakal ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 6% hanya bila tiket tersebut dibeli pada 22 Oktober 2025 hingga 10 Januari 2026.
Bila tiket pesawat dibeli di luar periode 22 Oktober 2025 hingga 10 Januari 2026 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 PMK 71/2025, pembelian tiket tidak memperoleh fasilitas PPN DTP meski penerbangan dilakukan pada 22 Desember 2025 hingga 10 Januari 2026.
"PPN yang terutang atas penyerahan jasa angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak ditanggung pemerintah dalam hal jasa yang diserahkan di luar periode pembelian tiket dan periode penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3," bunyi Pasal 6 ayat (1) huruf a PMK 71/2025. (DDTCNews)
Seorang advokat bernama Viktor Santoso Tandiasa mengajukan pengujian materiil terhadap pasal-pasal yang terkait dengan anggaran lembaga yudikatif ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasal-pasal dimaksud antara lain Pasal 81A ayat (1) UU 14/1985 s.t.d.t.d UU 3/2009 tentang Mahkamah Agung (MA), Pasal 9 UU 22/2004 s.t.d.d UU 18/2011 tentang Komisi Yudisial (KY), Pasal 9 UU 24/2003 s.t.d.t.d UU 7/2020 tentang Mahkamah Konstitusi (MK), dan Pasal 7 ayat (2) huruf b UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Pemohon melalui kuasanya mengatakan pasal-pasal tersebut mencerminkan belum adanya kemandirian anggaran pada lembaga yudikatif. Akibatnya, kemerdekaan kekuasaan kehakiman yang diamanatkan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 belum terwujud. (DDTCNews)
Wajib pajak perlu segera mengaktivasi akun coretax secara mandiri serta membuat kode otorisasi atau sertifikat digital.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan kegiatan administrasi pelaporan SPT Tahunan pada tahun depan akan menggunakan coretax system. Menurutnya, aktivasi akun dan pembuatan sertifikat digital bakal sangat dibutuhkan saat menyampaikan SPT Tahunan 2025.
"Kami menyarankan untuk segera aktivasi coretax. Selain aktivasi, segera mendaftarkan kode otorisasi dan juga sertifikat elektronik karena itu sebagai dasar digital signature di SPT," ujarnya. (DDTCNews)
DJP juga terus melaksanakan perbaikan coretax system agar bisa menunjang kegiatan administrasi perpajakan, baik dari sisi wajib pajak maupun fiskus.
Bimo menyampaikan Purbaya telah mendatangkan ahli information technology (IT) untuk mengakselerasi perbaikan coretax. Utamanya, untuk meningkatkan keamanan sistem (security system) coretax.
"Perbaikan yang kemudian diakselerasi dengan Pak Menteri Purbaya [yang mendatangkan ahli IT] ini perbaikan untuk memperkuat sistem security dari coretax," ujarnya. (DDTCNews) (dik)