LAPORAN FOKUS

Laporan Belanja Perpajakan untuk Transparansi dan Penajaman Kebijakan

Dian Kurniati
Jumat, 26 September 2025 | 15.45 WIB
Laporan Belanja Perpajakan untuk Transparansi dan Penajaman Kebijakan
<p>Ilustrasi.</p>

TIDAK semua belanja negara tercatat dalam bentuk alokasi anggaran untuk pembangunan atau transfer ke daerah. Sebagian belanja justru tersembunyi dalam bentuk berbagai fasilitas pajak yang disebut sebagai belanja perpajakan (tax expenditure).

Belanja perpajakan merupakan belanja untuk mengurangi kewajiban pajak yang dilakukan tanpa melalui belanja langsung (Kraan, 2004). Karena belanja perpajakan bukanlah pengeluaran aktual, belanja tersebut didasarkan pada asumsi dan estimasi.

Belanja perpajakan bagi pemerintah berarti penerimaan yang hilang. Sementara bagi wajib pajak, belanja perpajakan menggambarkan pengurangan beban pajak (OECD, 2010).

Setiap tahun, Kementerian Keuangan menerbitkan Laporan Belanja Perpajakan untuk memotret seberapa besar potensi penerimaan negara yang "dikorbankan" demi mendukung sektor-sektor tertentu melalui insentif fiskal. Laporan ini bukan sekadar kumpulan angka karena dapat merefleksikan kebijakan ekonomi dan kompas transparansi fiskal.

Pelaporan belanja perpajakan merujuk pada proses pengungkapan secara jelas tentang dampak kebijakan pajak terhadap penerimaan negara. Laporan ini dibutuhkan untuk memahami secara jelas berapa besar biaya yang ditanggung negara akibat pemberian fasilitas pajak (Burton dan Sadiq, 2013).

Pelaporan belanja perpajakan sangat penting untuk mencapai transparansi dan menginformasikan kepada publik tentang dampak fiskal dari belanja pajak. Hanya melalui laporan tersebut, pemangku kepentingan dapat memahami bagaimana sistem perpajakan telah diukur, apa saja jenis belanja perpajakan, data dan sumber data yang digunakan untuk mengukur dampaknya kepada penerimaan, serta metodologi yang digunakan untuk mengukurnya (World Bank, 2024).

Kementerian/lembaga sebagai bagian dari pemerintah pun perlu memahami belanja perpajakan yang mereka usulkan atau terapkan. Hal ini karena dukungan terhadap suatu sektor tidak hanya diberikan melalui belanja negara, tetapi juga belanja perpajakan.

Selain itu, penghitungan estimasi dan evaluasi laporan belanja perpajakan memerlukan data sektoral dari kementerian/lembaga teknis. Dengan demikian, pengelolaan belanja perpajakan membutuhkan koordinasi yang kuat antara Kementerian Keuangan dan kementerian/lembaga teknis (IMF, 2019).

Sebagai ilustrasi, kementerian yang membidangi sumber daya alam seperti minyak dan gas bumi, kehutanan, serta perikanan seringkali memberikan banyak insentif pajak untuk menarik investasi. Guna memastikan pemberian insentif dilaksanakan secara bijaksana, kementerian teknis yang bersangkutan lantas diberi tugas untuk menyerahkan data dan evaluasi belanja perpajakannya kepada Kementerian Keuangan.

Instrumen Evaluasi Kebijakan

Menurut Global Tax Expenditures Database (GTED, 2025), sebanyak 111 negara telah melaporkan belanja perpajakan sedangkan 107 negara lainnya tidak melaporkan belanja perpajakan mereka. Kematangan dalam pelaporan juga bervariasi di setiap yurisdiksi.

Negara-negara maju biasanya telah melaporkan belanja perpajakan selama lebih dari 20 tahun. Bagi negara yang lebih matang ini, laporan belanja perpajakan bahkan sudah menjadi salah satu instrumen untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan.

Melalui laporkan belanja perpajakan, pemerintah dapat mengevaluasi apakah kebijakan tersebut mencapai tujuan yang dimaksudkan, misalnya menarik investasi atau mendukung sektor tertentu. Tidak berhenti di situ, laporan belanja perpajakan dapat mendorong pengelolaan anggaran yang lebih baik.

Di Amerika Serikat, analisis mengenai belanja perpajakan memainkan peran penting dalam setiap diskursus soal kebijakan pajak. Laporan ini juga ikut dilampirkan ketika pengajuan APBN saban tahun.

Kemudian, laporan belanja perpajakan di Belgia dipublikasikan sebagai bagian dari laporan keuangan negara yang disusun oleh pemerintah. Belgia telah membuat kemajuan dalam menggunakan belanja perpajakan untuk mendukung kebijakan ekonomi, sosial, dan lingkungan walaupun efektivitasnya masih sulit diukur dengan tepat.

Di sisi lain, makin banyak negara berkembang yang mulai mengadopsi sistem pelaporan ini, meskipun masih dihadapkan pada berbagai tantangan mulai dari keterbatasan data dan sumber daya hingga kompleksitas dan jumlah kebijakan pajak (Burton dan Sadiq, 2013).

Laporan belanja perpajakan bisa membantu perbaikan pengelolaan anggaran dengan cara memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang aliran kas negara, baik dari sisi penerimaan pajak yang hilang akibat kebijakan ini maupun dari sisi belanja negara lainnya.

Dalam penyusunan laporan belanja perpajakan, sangat penting untuk memastikan informasinya disampaikan secara sistematis agar mudah dipahami. Laporan juga perlu mendetailkan jenis-jenis belanja perpajakan yang ada, dampaknya terhadap penerimaan negara, serta tujuan dari setiap kebijakan tersebut.

Sebagian besar negara menyusun laporan belanja perpajakan secara tahunan, sedangkan beberapa negara lainnya menerbitkan laporan ini setiap 2 tahun sekali atau sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, di beberapa negara, penyusunan laporan belanja perpajakan memang diwajibkan oleh hukum seperti di AS dan Australia, sementara pemerintah di negara lainnya tidak memiliki kewajiban untuk membuat laporan perpajakan, tetapi memilih untuk menyusunnya (Brixi et al, 2004).

Terlepas dari hal itu, laporan belanja perpajakan tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus diperbarui secara berkala dengan data terbaru yang dapat menggambarkan keadaan yang sesungguhnya.

Setiap belanja perpajakan yang dilaporkan harus pula dikaitkan dengan tujuan fiskal dan kebijakan ekonomi nasional, sehingga dapat dievaluasi apakah kebijakan tersebut mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (OECD, 2010).

Pemantik Partisipasi Publik

Laporan belanja perpajakan bisa menjadi sarana untuk menginformasikan setiap kebijakan pajak sekaligus mendorong partisipasi publik dalam membangun sistem pajak yang adil, efisien, dan sederhana (Burton dan Sadiq, 2013). Sebagai konsekuensi, kehadiran laporan belanja perpajakan juga dapat memancing diskusi serta kritik soal kebijakan pajak, termasuk jika ditemui potensi penyalahgunaan atau ketidakadilan.

Isu belanja perpajakan sering menjadi polemik apakah suatu kebijakan yang ada masih relevan atau perlu direvisi. Laporan belanja perpajakan dapat menjadi titik tolak bagi para pembuat kebijakan untuk mengevaluasi apakah insentif atau pengecualian pajak yang ada benar-benar memberikan manfaat seperti yang diharapkan.

Belanja perpajakan sering dinarasikan sebagai bentuk keberpihakan negara kepada rakyatnya melalui pemberian insentif. Namun dengan laporan belanja perpajakan pula, ruang bagi publik untuk menyampaikan kritik atas indikasi penyalahgunaan atau ketidakadilan dalam penerapannya juga menjadi terbuka lebar.

Di Australia, tujuan utama pelaporan belanja perpajakan adalah memastikan belanja perpajakan mendapatkan pengawasan yang sama ketatnya dengan belanja negara. Dengan laporan ini, publik dimungkinkan untuk menilai kinerja pemerintah secara lebih komprehensif.

Di sisi lain, pemerintah Australia juga berupaya mempromosikan debat publik mengenai semua elemen sistem perpajakan.

Belanja perpajakan sudah semestinya didokumentasikan agar memenuhi aspek transparansi dan akuntabilitasnya. Idealnya, hasil estimasi belanja perpajakan juga disandingkan dengan tujuan kebijakan agar efektivitasnya dapat dinilai (IMF, 2007).

Secara bersamaan, keterlibatan publik dalam proses evaluasi kebijakan pajak perlu ditingkatkan untuk membantu menghasilkan laporan yang lebih objektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebab, persepsi publik mengenai keadilan pajak memiliki peran penting dalam membangun kepatuhan sukarela (ADB, 2021). (dik)

Editor : Dian Kurniati
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.