JAKARTA, DDTCNews - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta pemerintah untuk memastikan kebijakan belanja perpajakan tetap sejalan dengan IMF Fiscal Transparency Code (FTC) 2019.
Pasalnya, mulai tahun ini insentif pajak ditanggung pemerintah (DTP) tidak lagi dikategorikan sebagai belanja perpajakan akibat pemberlakuan PMK 122/2024 tentang Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Nomor 18 Pendapatan dari Transaksi Nonpertukaran.
"Pada pelaporan 2025, DTP akan dikeluarkan dari lingkup belanja perpajakan untuk itu maka pemerintah perlu membuat kebijakan pengendalian agar tetap memenuhi kriteria FTC 2019," tulis BPK dalam Laporan Hasil Reviu atas Pelaksanaan Transparansi Fiskal 2024, dikutip pada Senin (10/11/2025).
Dalam PMK 122/2024, belanja perpajakan kini didefinisikan sebagai penerimaan pajak yang tidak diterima entitas pemerintah sebagai akibat penerapan fasilitas perpajakan.
Belanja perpajakan adalah pendapatan yang hilang, bukan merupakan pengeluaran dan tidak menimbulkan aliran aliran masuk atau keluar atas sumber daya sehingga tidak menimbulkan aset, kewajiban, pendapatan, ataupun beban bagi pemerintah.
"Dengan adanya ketentuan ini maka insentif perpajakan berupa DTP tidak lagi masuk lingkup yang dilaporkan pada laporan belanja perpajakan," tulis BPK dalam laporannya.
Sebagai informasi, IMF FTC adalah standar transparansi fiskal yang dikeluarkan oleh IMF. Dalam FTC, terdapat prinsip-prinsip dan praktik-praktik yang perlu diadopsi oleh yurisdiksi guna mewujudkan transparansi anggaran.
Terdapat 4 pilar dalam IMF FTC, yakni pelaporan fiskal, perkiraan fiskal dan penganggaran, analisis dan manajemen risiko fiskal, serta manajemen pendapatan sumber daya.
Dalam laporan BPK, belanja perpajakan merupakan salah satu komponen dari pilar pelaporan fiskal. Dalam beberapa tahun terakhir, praktik pelaporan belanja perpajakan Indonesia memperoleh predikat advanced dari BPK. (dik)
