JAKARTA, DDTCNews - Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan (BTIIK) Kementerian Keuangan menjalin kerja sama pemanfaatan data kependudukan dengan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri.
Menurut Kepala BTIIK Suryo Utomo, data kependudukan diperlukan untuk menganalisis risiko dan kepatuhan pajak serta memetakan potensi penerimaan negara.
"Bisa juga untuk mendeteksi dini terhadap transaksi mencurigakan atau manipulasi identitas," katanya, dikutip pada Jumat (12/9/2025).
Sementara itu, Dirjen Dukcapil Teguh Setyabudi menuturkan bahwa instansinya telah mengelola data kependudukan dari 286,6 juta penduduk by name by address hingga semester I/2025.
Data kependudukan dikelola melalui sistem informasi administrasi kependudukan (SIAK) yang mengintegrasikan sistem di 514 kabupaten/kota ke dalam 3 data center, yakni Medan Merdeka Utara, Kalibata, serta data recovery center Batam.
Teguh menjelaskan data kependudukan dari Ditjen Dukcapil sudah dimanfaatkan secara luas untuk keperluan verifikasi dan validasi data oleh 7.094 lembaga pusat dan daerah.
Guna memperkuat pusat data yang sudah ada, lanjutnya, Ditjen Dukcapil telah bekerja sama dengan World Bank guna membangun primary data center (PDC) di IPDN Cilandak.
"Kampusnya cukup luas tapi kami hanya menempati 1 gedung di situ tapi sangat memadai untuk menjadi PDC," tuturnya.
Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Muhammad Nuh Al Azhar pun menambahkan bahwa data dukcapil berawal dari kegiatan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil melalui perekaman biometrik KTP, pencatatan biodata, KK dan pencatatan akta lahir, mati, kawin dan cerai, serta pindah datang.
"Pada saat perekaman KTP ada data demografi misalnya NIK, nama, alamat dan tempat tanggal lahir, dan data biometrik yaitu sidik jari, irish mata dan foto wajah. Semua itu masuk dan tercatat dalam big data kependudukan dalam data center," ujar Nuh. (rig)