PMK 81/2024

3 Pihak Ini Boleh Tak Lakukan Pembukuan, tapi Wajib Pencatatan

Nora Galuh Candra Asmarani
Kamis, 14 Agustus 2025 | 09.00 WIB
3 Pihak Ini Boleh Tak Lakukan Pembukuan, tapi Wajib Pencatatan
<p>Ilustrasi.</p>

JAKARTA, DDTCNews – Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. Kewajiban ini tercantum dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang dan Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP).

Kendati demikian, ada pihak-pihak yang dikecualikan dari kewajiban pembukuan, tetapi wajib melakukan pencatatan. Sesuai dengan amanat Pasal 28 ayat (12) UU KUP, bentuk dan tata cara pencatatan tersebut telah diatur dalam Pasal 448 – Pasal 454 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81/2024.

“Bentuk dan tata cara pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan,” bunyi Pasal 28 ayat (12) UU KUP, dikutip pada Kamis (13/8/2025).

Merujuk Pasal 448 ayat (2) PMK 81/2024, ada 3 pihak yang dikecualikan dari kewajiban pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan.

Pertama, wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Wajib pajak yang dimaksud adalah wajib pajak orang pribadi yang:

  1. Melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas;
  2. peredaran bruto dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas kurang dari Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak; dan
  3. wajib memberitahukan mengenai penggunaan NPPN kepada direktur jenderal pajak maksimal 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.

Berdasarkan Pasal 453 ayat (1) huruf a PMK 81/2024, pencatatan yang harus dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi pengguna NPPN tersebut meliputi 3 hal:

  • peredaran bruto yang berasal dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang dikenai pajak penghasilan (PPh) yang tidak bersifat final;
  • penghasilan bruto yang berasal dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang dikenai PPh yang tidak bersifat final, serta biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut; dan/atau
  • peredaran bruto dan/atau penghasilan bruto yang bukan objek pajak dan/atau dikenai PPh yang bersifat final, baik yang berasal dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas maupun dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas.

Apabila wajib pajak tersebut mempunyai lebih dari 1 jenis usaha, tempat usaha, dan/atau pekerjaan bebas, maka pencatatan yang dibuat harus dapat menggambarkan secara jelas peredaran bruto pada setiap: (i) jenis dan/atau tempat usaha; dan/atau (ii) pekerjaan bebas yang bersangkutan

Kedua, wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Mengacu Pasal 453 ayat (1) huruf b PMK 81/2024, pencatatan yang harus dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas meliputi:

  • penghasilan bruto yang dikenai PPh yang tidak bersifat final serta biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut; dan/atau
  • penghasilan bruto yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai PPh yang bersifat final;

Ketiga, wajib pajak orang pribadi yang memenuhi kriteria tertentu. Wajib pajak orang pribadi yang memenuhi kriteria tertentu berarti wajib pajak orang pribadi yang:

  1. melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas; dan
  2. peredaran bruto dari kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a secara keseluruhan: (i) dikenai PPh bersifat final dan/atau bukan objek pajak; dan (ii) tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak.

Merujuk Pasal 453 ayat (1) huruf c PMK 81/2024, pencatatan yang harus dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi yang memenuhi kriteria tertentu meliputi:

  • penghasilan bruto yang berasal dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang dikenai PPh yang tidak bersifat final, serta biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut; dan/atau
  • peredaran bruto dan/atau penghasilan bruto yang bukan objek pajak dan/atau dikenai PPh yang bersifat final, baik yang berasal dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas maupun dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas.

Wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang mempunyai lebih dari 1 jenis usaha, tempat usaha, dan/atau pekerjaan bebas, juga diharuskan harus membuat pencatatan yang dapat menggambarkan secara jelas peredaran bruto pada setiap: (i) jenis dan/atau tempat usaha; dan/atau (ii) pekerjaan bebas yang bersangkutan.

Poin lain yang perlu diperhatikan, ketiga pihak tersebut juga harus melakukan pencatatan atas harta dan kewajiban. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 453 ayat (3) PMK 81/2024.

Sebagai informasi, ketentuan mengenai pencatatan sebelumnya sempat diatur dalam PMK 54/2021. Namun, beleid tersebut telah dicabut dan digantikan dengan PMK 81/2024. (dik)

Editor : Dian Kurniati
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.