JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah memberikan pembebasan bea masuk atas barang pribadi yang diperoleh dari luar negeri milik jemaah haji melalui PMK 203/2017 s.t.d.d PMK 34/2025. Namun, pembebasan bea masuk tersebut tidak diberikan kepada haji furoda.
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) melalui laman resminya menjelaskan kebijakan pembebasan bea masuk secara khusus lebih difokuskan kepada jemaah haji reguler dan haji khusus yang mengikuti proses resmi dari pemerintah.
“Kebijakan pembebasan bea masuk secara khusus lebih difokuskan kepada jemaah haji reguler dan haji khusus yang mengikuti proses resmi dari pemerintah, mengingat adanya unsur seleksi, antrian panjang, dan pembiayaan yang telah diatur dengan ketentuan nasional,” jelas DJBC, dikutip pada Selasa (29/7/2025).
Sementara itu, sambung DJBC, jemaah haji furoda umumnya berasal dari kalangan yang mampu secara finansial dan mengikuti program undangan khusus, yang sifatnya lebih terbatas dan tidak melalui skema nasional.
Selain itu, DJBC beralasan haji furoda merupakan jalur haji yang tidak melalui kuota resmi pemerintah Indonesia dan tidak tercatat dalam sistem Siskohat Kementerian Agama. Hal tersebut membuat pengawasan dan verifikasi terhadap jamaahnya menjadi terbatas.
Penjelasan DJBC selaras dengan ketentuan dalam PMK 203/2017 s.t.d.d PMK 34/2025 yang memang tidak menyebutkan kategori haji furoda. Sebagai informasi, sesuai dengan Pasal 12 ayat (2) PMK 203/2017 s.t.d.d PMK 34/2025, pembebasan bea masuk hanya diberikan kepada jemaah haji reguler dan jemaah haji khusus.
Adapun jemaah haji reguler diberikan pembebasan bea masuk atas seluruh bawang bawaanya. Sementara itu, jemaah haji khusus diberikan pembebasan bea masuk dengan nilai pabean maksimal FOB US$2.500 per orang untuk setiap kedatangan.
Sebagai informasi, ketentuan mengenai penyelenggaraan ibadah haji diatur dalam Undang-Undang 8/2019. Berdasarkan Pasal 1 angka 5 UU 8/2019, jemaah haji reguler adalah jemaah haji yang menjalankan ibadah haji yang diselenggarakan oleh menteri agama.
Haji reguler diselenggarakan oleh penyelenggara ibadah haji reguler. Penyelenggara ibadah haji reguler berarti penyelenggaraan ibadah haji yang dilaksanakan oleh menteri agama dengan pengelolaan, pembiayaan, dan pelayanan yang bersifat umum.
Sementara itu, berdasarkan Pasal 1 angka 6 UU 8/2019, jemaah haji khusus adalah jemaah haji yang menjalankan ibadah haji yang diselenggarakan oleh penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK). Adapun PIHK adalah badan hukum yang memiliki izin dari menteri agama untuk melaksanakan ibadah haji khusus. (dik)