Ilustrasi. |
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) akan menunjuk penyedia marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas peredaran bruto yang diterima pedagang (merchant) yang berdagang melalui marketplace.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Rosmauli mengatakan pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan atas penghasilan merchant di marketplace. Oleh karena itu, kebijakan ini tidak akan berdampak pada harga jual barang di marketplace.
"Ini bukan pajak yang baru yang dikenakan atas barang. Karena ini pajak yang memang seharusnya dibayar oleh pelaku usaha yang melakukan usaha, kemudian ada penghasilan di situ, ada laba," katanya dalam sebuah talk show, dikutip pada Sabtu (19/7/2025).
Rosmauli mengatakan penunjukan penyedia marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 bertujuan menciptakan keadilan berusaha (level playing field), terutama antara pelaku usaha digital dan konvensional.
Dia menjelaskan wajib pajak orang pribadi yang berdagang di marketplace tetap bisa terbebas dari pemungutan PPh Pasal 22 bila omzetnya belum melebihi Rp500 juta dalam tahun pajak berjalan. Agar tidak dikenai pemotongan PPh Pasal 22, wajib pajak orang pribadi ini harus menyampaikan surat pernyataan yang menyatakan bahwa wajib pajak bersangkutan memiliki omzet sampai dengan Rp500 juta.
"Kami berharap bahwa setiap ketentuan yang diterapkan oleh pemerintah memberikan keadilan pastinya. Kami tidak pernah berpikir untuk menyulitkan para pelaku usaha kecil," ujarnya.
PMK 37/2025 mengatur penunjukan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) sebagai pihak lain untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPh Pasal 22 atas penghasilan yang diperoleh pedagang dalam negeri dengan mekanisme PMSE.
PPh Pasal 22 yang wajib dipungut adalah sebesar 0,5% dari peredaran bruto yang diterima atau diperoleh pedagang dalam negeri yang tercantum dalam dokumen tagihan, tidak termasuk PPN dan PPnBM.
Penyelenggara PMSE ditunjuk sebagai pihak lain yang harus memungut PPh Pasal 22 bila menggunakan escrow account untuk menampung penghasilan dan memenuhi salah satu dari 2 kriteria.
Pertama, memiliki nilai transaksi dengan pemanfaat jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk transaksi di Indonesia melebihi jumlah tertentu dalam 12 bulan. Kedua, memiliki jumlah traffic atau pengakses melebihi jumlah tertentu dalam 12 bulan.
Batasan nilai transaksi atau traffic akan ditetapkan oleh dirjen pajak selaku pihak yang mendapatkan delegasi dari menteri keuangan. DJP juga akan menerbitkan keputusan dirjen pajak guna menunjuk penyedia marketplace yang berkewajiban untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPh Pasal 22. (dik)